Obscure Sorrow: Daguerreologue

Daguerrologue

a story by Keii

my first fiction in 2016.

Di sana aku, terbingkai dalam pigura plastik, dicetak hitam-putih dengan tinta murahan. Waktu itu aku berdiri dengan sebuah piala di tangan, memamerkan sebuah senyum gugup tepat ketika cahaya dari kamera merambat ke mataku. Celana kelonggaran yang ditahan dengan ikat pinggang membungkus kaki-kaki kecilku hingga aku terlihat makin kerdil. Kerudung yang kukenakan sejatinya berwarna putih, tapi saat itu dua ribu rupiah terlalu berharga untuk ditukarkan dengan deterjen. Fotonya memang monokromatik, tapi aku ingat kerudungku punya noda kuning di bagian depannya, hasil kolaborasi tangan ibuku dan sabun colek warung Mbok Reci.

Aku yang terbingkai di sana memiliki mata bulat besar yang pastinya kalah dengan aku versi sekarang. Hidungnya mancung efek dari pipinya yang kelewat tirus. Tulang pipinya menonjol ke depan, seolah bicara bahwa aku lebih baik nampak seperti itu daripada kelebihan lemak seperti sekarang.

Dari alisnya yang lebat, ia mengejekku; mencaci maki tepatnya kapan aku mulai ketagihan menggundulinya dan menggantinya dengan goresan pensil bermerek Revlon. Bibirnya yang mungil menghinaku; mengingatkan betapa aku jarang sekali bicara omong kosong enam belas tahun lalu. Busananya yang kelonggaran mengolok-olokku; betapa ia kecewa melihat jins ketat, baju tipis dan hijab dengan lilitan super di atas kepalaku.

Aku dalam dimensi persegi mengatakan ia lebih baik. Katanya, setidaknya ia hidup dengan damai dalam kejujuran alih-alih damai karena membohongi sana-sini. Aku dalam bingkai bilang, ia bangga memiliki tujuh puluh ribu dan sebuah piala dari hasil jerih payahnya daripada lima juta rupiah hasil duduk di depan komputer sembari bicara omong kosong. Aku dalam tinta monokrom bilang bahwa hidupku tampak lebih baik dengan senyum gugup alih-alih senyum imut dengan mulut yang dimaju-majukan.

Aku dalam bingkai memamerkan piala pertama dalam hidupnya. Berangan-angan betapa hidupnya akan lebih baik mulai saat itu. Sebutlah, sebuah titik balik.

Juara Ke-1 Story Telling Contest, tertulis di pialanya. Aku menggenggam pialanya dengan bangga, seolah aku akan mulai menguasai dunia setelahnya. Tapi enam belas tahun berlalu, dan aku duduk di sini menulis kembali kisahku dalam empat ratus untaian kata yang kadang sungkan kubaca lagi. Pialanya sudah patah jadi dua, terbungkus dalam kardus kayu di belakang rumah baru. Duplikatnya? Sudah diberikan ke sekolah, mungkin sekarang sudah dipajang di gudang karena etalase piala utamanya sudah penuh.

Lalu, ke mana angan-angannya pergi? Kemana dunia yang katanya akan kugenggam?

Semuanya lari begitu aku tumbuh. Aku dalam bingkai seringkali menghakimiku dari pandangan matanya yang sayu; ia kekurangan tidur karena belajar, sementara aku menyisihkan waktu tidurku untuk menonton dua puluh episode drama Korea. Tubuhnya yang kurus berkata ia menyisihkan sebagian besar makan siangnya untuk sarapan esok hari, sementara aku membuang makan siang porsi besarku untuk diet. Kulit tangan yang berkerut di balik baju panjangnya berkata bahwa ia telah melakukan banyak kerja kasar untuk bertahan hidup, sementara aku—dengan kulit langsatku—lebih sering tergolek di atas kasur, memegangi smartphone sembari berhaha-hihi atas guyonan sarkasme di LINE.

Berbicara dengan aku dalam dimensi persegi, sama saja seperti aku yang menggali kembali kecemasan masa lalu. Di mana aku delapan tahun terlalu cemas akankah sepuluh ribunya cukup untuk seminggu. Atau, akankah baju panjang bercorak kembang sudah pantas untuk dipakai renang. Aku yang dulu cemas akan segala hal: cahaya kamera, kerumunan besar, biaya hidup, nilai-nilai ujian, serta masa depan.

Aku dalam dimensi persegi, tak punya banyak cita-cita selain lulus sekolah dengan selamat.

Enam belas tahun berlalu dan aku mendapatkan lebih daripada apa yang kuinginkan. Tapi, kecemasan tak jua hilang. Dalam skala besar, semua target merongrongku, memojokkan aku ke sudut; menekanku secara psikologis. Lulus sekolah ditanya kapan kuliah, setelah kuliah ditanya kapan kerja, setelah kerja ditanya kapan menikah, setelah menikah ditanya kapan punya momongan, setelah punya satu anak ditanya kapan rencana punya yang kedua. Kenapa tidak langsung tanya kapan mati saja sekalian?

Lucunya, aku dalam bingkai persegi mungkin tak akan pernah membayangkan hal-hal seperti itu; meramal apa yang akan dihadapinya enam belas tahun kemudian?

Cih, dia bisanya cuma belajar dan berpose canggung sambil pegang piala. Mana tahu soal gaji lima juta yang separuhnya habis dipotong bank.

.

.

Fin


Daguerreologue n. An imaginary interview with an old photo of yourself, an enigmatic figure who still lives in the grainy and color-warped house you grew up in, who may well spend a lot of their day wondering where are you and what you’re doing now.

Keii’s space.

Haha, aku gak tahu ini relatable apa engga, yang penting udah berhasil melawan writer’s block. Special thanks for  La Princesa buat ide menariknya hahahahaha.

31 thoughts on “Obscure Sorrow: Daguerreologue

  1. aminocte says:

    Kak, solilokuinya nampar banget asli. Aku kalau keinget masa bocah, suka nggak habis pikir, kenapa ya aku bisa-bisanya hidup seperti sekarang? Super santai, malas belajar, menghabiskan waktu untuk hal-hal yang gapen. Tapi ya, dulu aku nggak kenal segala macam kemudahan dan distraksi macam sekarang. Huh, pembenaran lagi.

    Makasih ya, Kak, sudah menulis kisah ini :’).

    Like

  2. Adelma says:

    gimana ya? aku tuh baca ini beneran kayak ditarik ke enam belas tahun lalu. asli deh, jadi dibikin nostalgia banget. aku suka banget pembawaan cerita kamu, tenang tapi menampar tapinya tetep masih bisa bikin senyum simpul. gimana ya? bingung sih jelasinnya, pokoknya sepanjang membaca ini perasaanku mendadaka aneh nyun, bukane lebay tapi ya gimana dong emang itu yang aku rasain :((
    ini keren banget nyun, sumpah deh, kilat aja kayak gini coba nulisnya waybyaza nyun ini yah hem. KEEP WRITING!!!

    Like

  3. slmnabil says:

    AS EXPECTED KAKNYUN AS EXPECTED! WARBYASAH PROK PROK PROK!! SEPANJANG BACA RASANYA KAYA RENUNGAN MALAM SENEN, MESKI KUGABISA MENARIK DIRI KE 16 TAUN LALU MENGINGAT KUBARU 16 TAPI ESENSINYA /ELAH/ KERASA BANGET. NARASINYA MERAKYAT TAPI KUALITAS PANCEN OYEEE!!! KUSUKA KANYUUUN NYAANAN MENI RESEP IH BACANYA JUGA.

    BUNCH OF THUMBS FROM OPPO JOY SMARTPHONE

    Like

  4. dhila_アダチ says:

    Ini nuamparrr banget kaak..uhuhu.. jdi pengen benamin diri ke tanah. Aku aja gak sampai enam belas taun brlalu dari ‘si aku yg masih lugu’ udah beda banget prinsip idupnya. Dulu masih ambisius, sekarang cuma mikir yang penting masih bisa idup besok dengan bahagia dan ritme yang itu2 aja .=.

    Ini tulisan yang zuperr dan trimakasi kak :^

    Like

  5. Ms. Pang says:

    “ia kekurangan tidur karena belajar, sementara aku menyisihkan waktu tidurku untuk menonton dua puluh episode drama Korea.”

    MATEK SUDAH BUYAR SADJA HAMBA AMBIL LANGKAH BUBAR JALAN HAHAHAHAA MAMPUS ABIS DICERAMAHIN KANYUN, ABIS DIKASI PENCERAHAN ROHANI, DAN DISINI AKU YANG 19 TAHUN SEDANG MEMVERIFIKASI KEABSAHAN DOSA-DOSA YANG SUDAH KANYUN PAPARKAN DIATAS, WRAPPED UP IN A CAPSLOCK MODE.

    Apakah kita semua begini? Rata-rata? I mean..kalo direview dari cerita atas tuh hidup kea..mending kecil terus deh ga kenal opah-opahan, ngga begadang mantengin opah trus ambyar dengan sia-sia, tapi buat sesuatu yang lebih berguna ahahaha korea makes my puberty /halah/

    In addition, after closing this tab, the innocent us in an old frame won’t be the same anymore, I guess. Since it won’t not only show a cute figure (yha at least) but also an intimidating stare at the same time. Wish all of us can be better day to day ❤ ❤ ❤ KANYUN THANKIES A BUNCH YOU MAKES MY DAY!!!

    Like

    • Keii says:

      (verifikasi keabsahan dosa-dosa)
      aing kaya abis baca SK-SK kantor gituh ih kenapa sih kamuh kapang aku jadi degdegan apakah ini yang dinamakan cinta
      akuh sudah one step more keluar dari oppa oppa an aku sudah lelah bye

      Liked by 1 person

  6. O Ranges says:

    ini… nonjok banget :’)
    but at the same time, i love it so much ❤ ❤

    … just lemme cry in da corner first

    Like

  7. S. Sher says:

    Gaktau kenapa, nyelekit aja pas bagian megang piala. Like… aku mengingat masa lalu di mana masih super ambis buat belajar ini itu, ikut lomba, sementara sekarang, buka web pendaftaraan sesuatu aja mager banget 😦

    Seandainya kita bisa tetep muda kayak di neverland, stay young forever :”)

    Tulisannya superb sekali kak ♥

    Like

  8. Kaknyuntrash says:

    Asdfghjkl ini heart attack banget ya /brb nyetel lagu aoa/
    Amazing bgt ama kaknyu., bahasanya itu loh, tinggi bat kek mimpi gue asek asek asek
    Lots Of Love KakNyun

    Like

  9. kimminjung00 says:

    OMONAAAA INI NUSUK BANGET DUH UHUK :”
    iya aku lebih suka nyisihin waktu untuk kicau riya di dumay+nonton drakor ketimbang belajar atau ngelakuin hal positif lainnya :”
    duh aku merasa tertampar sekali ini kak :”
    suka banget sama penggambarannya, sederhana tapi nusuk beneran :”
    idenya antimainstream dan yah~ ini sesuatu banget kak :”
    keep nulis ya kak ^^ imel dari 00L salam kenal~

    Like

  10. keii says:

    Gue udah baca ini dari kapan tau, tapi baru gue balas sekarang omg cincang aku saja sonbenim cincang
    tak apa dikau denial bikos nanti kutemani. (masih dalam fase denial parah, sih, sebenere)
    ini pengerjaannya dilakukan di kantor di sela-sela waktu kerja hahahaha, ya sorry sorry nih kalau wa kadang suka typo dikit hahaha
    anyway makasih put

    Like

  11. dhamalashobita says:

    Halo, salam kenal Keii!
    Aku Mala. 🙂
    Ini tulisan Obscure Sorrows kedua yang kubaca setelah punya Nisa dan (lagi-lagi) ini menonjokku bolak-balik. Simpelnya, ketika kita memandangi foto kita beberapa belas tahun silam, pasti seperti itu. Tidak pernah tahu akan jadi apa hari ini.
    Tulisannya begitu jujur, bikin aku sebagai pembaca langsung berasa nyes. Hahaha.
    Keren! 🙂

    Like

  12. Hanna says:

    Dulu lugu, ambisius, karna hal yang kita tau gak sebanyak sekarang. Berlalunya waktu buat kita belajar dan tahu banyak hal, bukan?

    Anyway kaknyun, suka sama tulisan dan pembawaan ceritanyaa. Bunch of thumbs for youuuu. keep writing kak!!

    Like

Leave a comment