[Writing Prompt] Second Base

downloadfile

second base

by Cake Alleb

“All you have to do is just trust me.”

Seperti biasa, pada musim itu kebanyakan orang mengenakan mantel sepanjang lutut–meski beberapa di antaranya lebih memilih jaket. Jalanan di mana sepanjang tepiannya berjajar pepohonan yang dihiasi guguran dedaunan; membuat beberapa orang berseragam hijau muda bersiaga di trotoar dengan membawa sapu, cikrak, atau plastik berukuran besar di tangan mereka; dan bergerak sebelum tumpukan sampah organik tersebut mengganggu pengguna jalan. Bocah lelaki yang tengah melintas melepas tautan dari sang ibu, menengadahkan tangan lalu bersorak ketika berhasil menangkap daun maple yang jatuh seperti layang-layang.

What an angle,” gumam gadis bersurai digelung sewarna jelaga dalam kafe, memuji tindakan bocah yang kini menyerahkan daun dalam genggamannya pada lelaki petugas kebersihan dengan senyuman secerah matahari. Lensa matanya yang berkelir serupa biji kopi lantas berpaling menatap mug putih berisi minuman cokelat yang masih utuh, sementara tangan mengelus permukaan keramiknya yang hangat. “Rasanya menyedihkan selalu merasa kesepian,” ucapnya diiringi helaan napas. Berselang beberapa detik kemudian ia menukas, “Kau juga, kan?”

“Sayangnya tidak.” Sahutan suara bas yang berasal dari bibir seorang pria bersurai karamel di hadapannya membuat ia tersenyum kecut. “Presensimu sudah lebih dari yang kubutuhkan.”

“Kau memang Kevin Si Tukang Bual.”

“Dan kau adalah Ratu Sarkasme.”

“Aku tahu kau juga merasa kesepian.”

“Kubilang tidak.”

“Kau setuju saat kukatai tukang bual.”

“Aku hanya mengataimu balik, bukan menyetujuinya.”

“Apa kau sudah lupa berapa banyak gadis yang terlena karena bualan-bualanmu dulu?”

“Aku hanya berterus terang tentang kelebihan mereka yang memang pantas diberi pujian.”

“Dan itu tidak ada artinya.”

“Hentikan.”

“Katakan saja kau juga kesepian.”

“Kubilang hentikan, Jane!”

Jane tersenyum, lalu mengangkat pandangan sehingga bersitatap dengan sepasang mata bulat bermanik serupa miliknya. “Apa yang sebenarnya sedang kulakukan?” gumamnya bersuara parau.

“Minumlah.” Kevin menyentuh mug berisi cokelat di tangan sang gadis. “Sebentar lagi ini akan benar-benar dingin.”

“Kau benar.” Jane menenggak minumannya hingga habis. Disekanya bibir menggunakan dua helai tisu yang disodorkan sang pria padanya. “Terima kasih.”

Kevin mendengus kala atensi Jane terpusat pada bayi perempuan dalam kereta yang didorong oleh pria muda sedang melintasi meja mereka. Diteguknya sisa americano lalu mengusap bibir dengan punggung tangan. “Kau tidak ingin pulang?” Dia bertanya sambil bangkit untuk mengenakan mantel beledu hitam yang sedari awal dipangkunya.

“Kau duluan saja.”

“Tidak bisa begitu, Sayang.”

“Berhentilah merasa tidak enak padaku, Sayang,” Jane mengerling ke arah Kevin saat pria itu membelalakkan mata, “dan lakukan apa pun yang kau inginkan.” Ia mengulas senyuman lagi.

“Kau membenci panggilan kekanakan itu, Jane.”

“Apa itu menjadi masalah sekarang?”

“Tapi kau membencinya.” Kevin duduk kembali, menggenggam tangan kiri sang gadis. “Harusnya kau berteriak jangan memanggilku dengan sebutan itu seperti biasa.”

Jane terkekeh. “Padahal kau menyukainya, ‘kan?”

“Tapi kau membencinya.”

“Kau memang selalu berkorban dalam hal apa pun.”

“Tidak.” Kevin menggeleng.

“Sekarang giliranku berkorban untukmu.”

“Kau salah.”

“Ya, aku salah, berkorban bukan kata yang tepat, tapi memang sudah seharusnya kau pantas mendapatkan kebahagiaan.”

“Jangan buat aku meneriakimu di sini.”

“Maaf sudah sering meneriakimu setiap hari.”

“Kau satu-satunya, Leizel Jane.”

“Dan selamanya hanya akan menjadi satu, Kev, bahkan putra Julian sudah hampir berusia tiga tahun, tapi kita ….” Bola mata gadis itu berputar kala air menyeruak keluar dari pelupuk matanya. “Rumah kita terlalu sepi hanya untuk disinggahi berdua, aku tahu kau merasa kesepian juga. Berhentilah menyembunyikan perasaanmu dan berlagak baik-baik saja. Aku tidak bisa memberikanmu kebahagiaan, Kevin, kau butuh orang lain.”

“Aku sudah bahagia, Jane, kau bisa melihatnya selama ini, ‘kan?”

“Kau memang ahli membual tapi matamu tidak, dan aku bisa melihatnya.”

“Kau yang nyatanya sedang membual, tapi kau sama sekali tidak pandai melakukannya jadi hentikan.”

“Aku mendengar obrolan kalian saat ibumu menelepon kemarin malam.” Jane melepas tautan Kevin dari tangannya. “And I really am understand if she has kept worrying about that second base to builds our family.”

“But it doesn’t matter.”

“Nah, it is hard for me.”

“You knew that all I want is you and was more than enough, Darl. Stop worrying too much, please, all you have to do is just trust me.”

-end

9 thoughts on “[Writing Prompt] Second Base

  1. dhila_アダチ says:

    Wahaaa, kak bella. Ternyata second base yg dimaksud adalah… :^
    Smoga Kevin- Jane berhasil ngasih kebahagiaan baru di rumah mereka, huhu. Kasian bayanginnya :^ jadi ngepens sama Kevin ♡♡♡
    Simpel dan Cantik ceritanya kak, pas banget bacanya lagi berjaket2 ria kedinginan, wkwkwk. Keep writing kaak 😀

    Like

  2. marooness says:

    oooh, jadi… /manggut2 tapi sedih.
    walaupun begitu, percakapan mereka lucu banget ya, jd suka sama dua-duanya. trs suasananya nggak tau kenapa mendukung aja, musim gugur emg kadang nyangkut sm hal2 mellow sih /soktaulo

    dan ternyata… iya pas scroll sampe abis itu bener-bener…

    keep writing 🙂

    Like

  3. Fantasy Giver says:

    halo, cake alleb! firstly, firstly, kenalkan, aku evin. hehehe. salam kenal yaa!

    lalu, secondly… waaaah, ini fiksi ini simple tapi tereksekusi dengan manis sekali, yaa. maksudnya, aku bisa bayangin semua yang diceritain di dalemnya, mulai dari suasana, bayangan, sampe perasaan jane dan perasaan kevin. dan kamu bisa mengakhirinya dengan bitter… tapi tetap sweet. aku suka banget gimana mereka berdua berusaha untuk saling berkorban demi masing-masing, tapi di sisi lain juga nggak mau kehilangan masing-masing.

    semangat terus, yaa! 🙂

    Like

  4. cherryelf says:

    Hello, salam kenal, cherry dr garis 94! =)

    Cowok macek Kevin ini bikin meleleh tapi jg jadi serba salah. Terlalu pengertian sampai sakit rasanya ;w; Kalau aku jadi Jane, aku jg ga bakal percaya 100% Kevin bener2 bahagia. Gimanapun masalah yang mrk hadapi memang krusial skali. Bayangin, pasangan yang sangat mengharapkan buah hati, tapi ga juga dikasih kepercayaan buat ngemong. Sementara yg lalai dan abai, secepat itu diberi. Disekelilingku cukup banyak yg githu. Aku bayangin gimana hari tua mrk, :'<

    Like

    • Cake Alleb says:

      Halo kak! Salam kenal juga aku bella dari garis 97 😊

      Iyaaa setuju banget kak, jane juga bukannya malah bahagia tapi juga makin merasa bersalah juga sama kev dan ibunya :”

      Makasih banyak ya kaak 😄

      Liked by 1 person

Leave a comment