Here I Am

Victorian-House-5

by Io

[cr image: here]

.

“A sense of wrongness, of fraught unease, as if long nails scraped the surface of the moon, raising the hackles of the soul.”

― China Miéville

.

Atensi Alison Coté tertuju pada kamar yang akan ia miliki di rumah baru keluarganya, mengamati setiap detail tersaji di depan mata dengan ketertarikan yang tidak bisa dibilang sedikit.

Rumah berlantai dua ini usianya sudah cukup tua, berdiri pada pertengahan abad ke sembilan belas dengan model klasik bangunan era Victoria. Terdapat empat kamar tidur, dua kamar mandi, satu ruang tamu, ruang kerja, ruang keluarga, ruang makan, dan dapur. Langit-langitnya tinggi, lantai kayu terawat dengan baik, pun kondisi wallpaper yang melapisi seluruh dinding rumah—pemilik yang sebelumnya dengan bijak memutuskan untuk memenuhi segala yang diperlukan untuk rumah ini sebelum menjualnya.

Ia dan keluarganya baru saja mendarat di Inggris semalam dan menginap di sebuah hotel yang berjarak dua jam perjalanan dari rumah baru mereka—kemudian pagi-pagi sekali berangkat menuju ke rumah yang telah dibeli sebulan yang lalu itu. Untunglah salju yang turun dengan deras semalam tidak menyebabkan masalah di jalan. Setiba di tempat tujuan, tumpukan kardus yang sebelumnya dipaketkan langsung dari Perancis telah tertata rapi di dalam dengan kondisi tertutup rapat tanpa adanya tanda-tanda kerusakan.

Oh, kita akan bekerja keras seharian, komentar ayahnya sembari meregangkan otot.

Sang ayah saat ini tengah berada di luar, berkendara menuju ke supermarket terdekat dengan niat membeli perkakas yang akan digunakan untuk mengutak-atik rumah baru mereka. Sementara sang ibu sendiri, terakhir sebelum naik ke lantai atas, Alison melihat beliau mengecek kompor dan tempat pemanggang yang ada di dapur.

Menyandarkan kopernya di seberang ruangan, gadis berusia enam belas tahun itu menghampiri tumpukan kardus berisi barang-barang pribadinya. Tangan si gadis merogoh saku celana pendek yang dikenakan, mengeluarkan sebuah tali rambut berwarna hijau dan mengikat surai panjang pirang jeraminya seperti buntut kuda di belakang kepala dan mulai bekerja sembari bersenandung kecil.

Belum ada sepuluh menit berlalu, tiba-tiba saja Alison merasakan bulu-bulu di tengkuknya berdiri—seolah ada seseorang yang tengah mengawasinya sekarang ini. Ia berhenti dan melempar pandang ke setiap sudut ruang, mencoba mencari tahu dari mana asal perasaan aneh ini.

Sama sekali tidak ada yang mencurigakan.

Alison mencoba mengabaikannya, berpikir itu hanya perasaan saja. Tapi tindakan tersebut justru memperkuat rasa tak nyaman yang kini mulai menggerogoti perlahan. Gadis itu terpaksa menghentikan pekerjaannya lagi.

“Maman?” Alison berseru, bahasa ibu dengan fasih keluar dari mulutnya. Ia menyembulkan kepala ke koridor yang membentang sepi. Suaranya akan cukup terdengar sampai ke bawah dengan keheningan yang menyelimuti rumah saat ini dan absennya suara berisik kendaraan lalu-lalang. “Maman? Où es-tu?”

Tak lama samar-samar terdengar suara sang ibu menyahut,

“Je suis ici, ma chérie!”

Kerutan menghiasi dahi Alison, mencoba menerka di mana ibunya sekarang berada. Jika didengar dari volume suaranya, ia menebak sang ibu masih berada di dapur. Mengedik, gadis itu pun kembali bergelut dengan dua tumpuk kardus di kamarnya dan dengan cekatan mulai mengeluarkan dan menata barang-barang yang ada.

Namun belum selesai ia menaruh barang terakhir dari kardus pertama, perasaan ganjil yang dirasakan sebelumnya kembali merayapi gadis tersebut, menimbulkan kegelisahan nyata yang sulit untuk diabaikan. Alison celingukan, memastikan bahwa ya, dirinya adalah satu-satunya individu di ruang ini. Dari jendela besar di kamar ini, yang terlihat di luar hanyalah deretan pohon tumbuh berimpit di sebelah timur rumah.

Menggosok lengannya, Alison beranjak dari kamar menuju ke ambang pintu, berjalan sampai ke anak tangga teratas yang menghubungkan lantai bawah dengan lantai atas. Ia pun kembali berseru, “Maman?”

“Yes, sweety?”

Jawaban sang ibu agaknya menenangkan Alison.

Où es-tu?

Lagi-lagi ibunya menjawab, “Je suis ici, ma chérie!”

Mon dieu, aku terlalu paranoid,” gumam si gadis seraya berjalan kembali ke kamarnya. Cepat-cepat ia melakukan tugasnya, kali ini dengan sedikit tergesa. Merasa sedang diawasi padahal tidak ada siapa-siapa bukanlah perasaan yang menyenangkan.

Mungkin aku kurang istirahat? Tapi—

Pikiran Alison dipatahkan oleh bunyi kendaraan yang sangat ia kenali—mobil ayahnya.

Ia menghampiri jendela lalu melongok kebawah, dan benar saja, manik biru si gadis menangkap mobil sang ayah memasuki halaman rumah. Melempar pandang terakhir pada pekerjaannya yang baru seperempat selesai, Alison berjalan menuruni tangga, berniat menyambut ayahnya dan menanyakan apakah kuas yang dipesannya tadi ada atau tidak.

Hitung-hitung juga sebagai alasan untuk meninggalkan kamar yang menjadi sumber ketidaknyamanannya sekarang ini.

Gadis itu melewati ruang keluarga yang kosong, lalu melintasi ruang tamu, kemudian berbelok ke kiri memasuki koridor pendek yang akan menuntunnya ke pintu utama. Tiba di ujung koridor, ia pun membuka mulut,

Papa, kuas pesananku—” ucapan Alison terputus. “—Maman?

Suaranya terdengar aneh bahkan untuk rungunya sendiri.

“Oh.” Mrs. Coté mendongak. “Halo, Sayang. Sudah selesai beres-beres?”

Alison membeku, kehabisan kata-kata. Lidahnya terasa kelu.

Berdiri tak jauh darinya dengan kantong kertas cokelat penuh oleh belanjaan, sang ibu tengah melepas sepatu boots-nya. Di sebelah beliau, sang ayah membawa sebuah tas plastik putih dan menutup pintu.

Tersenyum kepada anaknya, Mrs. Coté pun berkata, “maaf tadi kami meninggalmu sebentar. Siaran di radio mengabarkan akan ada badai malam ini, jadi Ibu memutuskan keluar sebentar untuk belanja.”

“Untunglah Ibu bertemu ayahmu, kalau tidak Ibu pasti akan kerepotan membawa semua ini.” Mengisyaratkan pada belanjaan di dekapan, Mrs. Coté melanjutkan, “kau ingin makan malam apa nanti?”

fin.

.

Notes:

  1. Où es-tu? – Where are you?
  2. Je suis ici, ma chérie! – I’m here, sweety!
  3. Mon dieu – My god
  4. Please tell me if I got the French language wrong, trust me when I say they gave me a headache. Deutsch is far more simple (yeah, right) :”

16 thoughts on “Here I Am

    • O Ranges says:

      haha sama nih titan juga ngga pernah ngalami yg kaya gini. tos dulu dong :”D

      and thank you so much! ❤

      ps: titan sengaja skejul malam biar suasananya mendukung hahah /dor

      Like

  1. cherryelf says:

    Jadi berpikir yg tidak2, penghuni lamanya baru tinggal sebentar dan ga betah, trus dijual. Makanya, keadaan rumahny masih bgus, (mengingat gayany yg kuno) atau emang sengaja mrk bagus2in biar cepet laku :’))))
    ambyar lah, titan.

    Like

    • O Ranges says:

      bener banget kak. hoho pemilik lama memang uda ngga betah tinggal di sana bikos ngga lucu tiap kali manggil anggota keluarga di rumah itu tapi yg nyahut makhluk tak kasat mata hehe :”D

      jangan ambyar kafatiim. kayang aja 😀 /dor

      Liked by 1 person

  2. dhila_アダチ says:

    Iyaa, bahasa jerman masih manusiawi antara huruf sama pelafalannya. XD
    Hahaha, jujur sensasi tak sengaja berinteraksi dengan someone kayak Alison ini bikin aku bersyukur gak pernah ngalamin. XD
    Aku mau nanya dikit kak, yang paragraf kedua terakhir itu ada kata ‘meninggalmu’, aku pikir lebih cocok jadi ‘meninggalkanmu’. Etapi gatau bener atau enggaknya, ihi.
    Keep writing kak! 😀

    Like

    • O Ranges says:

      iyaa kaan?? bahasa jerman itu lebih menusiawi emang. literally titan masih heran pengucapan francois jadi fransoa, lyke, dude wut???

      yuk dhila tos dulu. titan juga ngga pernah ngalamin yg kaya gini dan semoga ngga akan pernah. bayangin aja serem apalagi kejadian beneran :”)

      ah iya, setelah titan baca ulang emang lebih cocok meninggalkanmu sih. thanks a lotsie, dhila ❤ ❤

      Liked by 1 person

  3. dhamalashobita says:

    Aku baca pagi-pagi aja merinding.. bahaha.
    Sebenernya aku ngerasa pace-nya pas di rumah yg manggil ibunya itu agak cepet, tense-nya sebenernya masih bisa titan eksplor.. ah, aku komen-komen padahal ga bisa nulis genre begini. Bahaha.
    Pokoknya ini baguussss..
    Keep writing, titan! 😘

    Like

    • O Ranges says:

      hahah ngga apa-apa kamala. titan mah open sama kritik dan kawan-kawannya. lagian titan juga masih belajar. semoga tulisan titan untuk kedepannya bisa lebih baik lagi hehe 😀

      thanks a lotsie, kamalaa ❤ ❤

      Like

  4. titayuu says:

    TITAN HAJQJAJA
    Dari awal emang sensasinya udah nyeremin sih karena kalimat yg kamu pake plus posternya huhuhu untung gak baca malem2….. untung pula (dan semoga gak pernah kejadian) gak ngerasain di situasi yg sama. Kalo iya, aku mungkin minta tidur bareng2 lol xD

    Iya idenya udah sering dipake tapi kamu bawaiinnya enak dan misterius dari awal sampe akhir. Pokoknya sukaa! ♥

    Like

    • O Ranges says:

      HAEE KATITAAA ❤ ❤

      percayalah kak, titan juga akan minta tidur bareng2 kalo kejadian ini terjadi sama titan. untungnya ngga pernah, dan semoga ngga akan pernah, ya :"D

      thank you so muchie, katitaa ❤ ❤

      Like

  5. S. Sher says:

    Kak titan! Aku suka subtle horror gini, bukan yang setannya tiba-tiba datang. Kayak conjuring yang main clap your hand, ternyata selama ini yang tepuk tangan bukan anaknya… LOL.

    Dan dan, aku pingin deh bisa merealisasikan horror gini, tapi aku merinding duluan sebelum nulis HAHAHA.

    This is such a goood story, terus pemilihan nama buat OC kak Titan tuh selalu cantik-cantik (Perancis memang punya daya tarik tersendiri ya).

    Nice one kak Titan ♥♥

    Like

    • O Ranges says:

      CONJURING IS ON WHOLE DIFFERENT LEVEL TAR :”D kalo yg tiba-tiba macem gitu mah titan pengennya lempar remot ke layar bikos dude, that’s so unncecessary give mah heart a fking break already pls :”(

      nulisnya pas malem-malem tari biar dapet berkah… dari yg dibelakangmu :”D gak ding, jangan. itu serem. titan biasanya nulis yg beginian malem-malem biar feel nya dapet hahah

      awawawa thank you so muchie ya tarii ❤ ❤

      Like

  6. slmnabil says:

    Liat posternya mikir ulang. Serem nih kayanya. Baca ga ya? Jangan, deh. Tapi punya kak titan, pengen baca. Kalau ada sesuatu gimana? Ini cuma cerita doang kok. Tapi tetep kan takut sama yang gitu lu bil.

    Daaan setelah berdilema baca apa enggak. Akhirnyaaa

    Haeeeee kak titaaaaaan, kok….akhirnya….gitu… sih? Serem kan bener. Nabil gaakan mau deh next time pindah rumag ditinggal sendiri, mau nempel nempel aja sama yang lain.

    Terlepas dari ituuu kak titaaan ini nyampee banget ceritanyaaa. Nabil aja sampe degdegan ini bakal gimana. Penggalan percakapan french nya juga asik heheheeee. Kak titaaan ini baguuuus ❤

    Keep writing ya kaaaak 🙂

    Like

    • O Ranges says:

      astaga nabil dateng-dateng udah cobonyi banget. culik nih hahah jk XD

      iya nabil, kalo pindah rumah gitu pastikan ngga sendirian di ruangan rumah baru yha. biar ngga dicolek dari belakang dan pas kita noleh ternyata gaada siapa-siapa :”D /plak

      awawaawa thank you so muchie nabiil ❤ ❤

      Like

  7. O Ranges says:

    woo iya kak. literally offence tersendiri bagi si hantu kalo dia ngga menguasai multiple language hahah 😀

    thank you so muchie kapuuut ❤ ❤

    Like

Leave a comment