Konversasi Pagi Ini

.

by angelaranee

“Mungkin seharusnya Val yang memanggil Elang dengan sebutan “Sunshine“, bukan sebaliknya.”

.

Perlu ditegaskan bahwa hari ini bukanlah hari terbaik Val. Kombinasi hari pertama datang bulan serta tumbuhnya gigi geraham bungsu membuatnya mau mati suri, minimal hari ini saja. Belum lagi PR Matematika yang belum selesai, ulangan Kimia bab senyawa alkana dan alkena, pula presentasi Bahasa Jawa di jam kedua nanti. Hari-hari menjelang ulangan kenaikan kelas memang memeras otak dan tenaga.

Oke, kalau Val tidak bisa mati suri, ia mau tidur sebentar setidaknya sampai bel masuk berbunyi. Masa bodoh dengan nilai. Sesampainya di kelas, yang Val lakukan hanya menumpuk buku latihan Matematika, buku catatan Kimia, dan print-out materi presentasi di atas meja sebelum membenamkan wajah pada permukaan meja yang sama.

“Pagi, Sunshine~” itu suara Elang. Val tidak ingat sudah berapa kali ia peringatkan siluman tiang listrik ini untuk berhenti memanggilnya dengan julukan-julukan aneh dan menggelikan, sebut saja “Sunshine“, “Shortcake“, atau “Chocolate“.

“Val, aku sudah selesai kerjakan PR, lho!” pamer Elang bangga. Sebab, selama ini Elang lebih suka menyalin PR Matematika gadis bersurai arang itu ketimbang mencoba menggunakan otaknya sendiri.

“Val, kok sedih?” tanya laki-laki jangkung itu sembari mengguncang bahu Val. “Aku juga lagi sedih, kok. Kemarin habis baca artikel di internet, katanya Uttaran terdiri dari lebih dari 1500 episode dan membutuhkan kira-kira tiga sampai empat tahun untuk merampungkan semuanya. Bayangkan! Empat tahun ke depan, televisi bakal terus dijajah sama Eyang Putri!”

“Lang,” panggil Val dengan suara teredam. “Berisik.”

“Eh, kamu betulan lagi sedih?” tanya Elang, kali ini nada bicaranya terdengar lebih serius. “Aku harus apa, Val?”

“Kerjakan PR-ku,” jawab Val singkat.

“Apa?”

“Katanya kamu sudah selesai. Jadilah orang yang berguna dan lakukan saja.”

“Siap, Kanjeng.”

Jujur, Val tidak menyangka Elang bakal menurut begitu saja tanpa protes. Didengar oleh rungunya suara bangku kayu yang ditarik mendekat. Lima menit kemudian Val mengangkat wajah dan melihat Elang sudah duduk manis di hadapannya, dengan buku milik Val serta milik Elang sendiri terbuka di atas meja. Pemuda yang sudah menjadi temannya sejak hari pertama MOS itu tengah sibuk menyalin jawaban PR miliknya sendiri pada buku milik Val.

“Val, nanti waktu ulangan Kimia duduk di sebelahku, ya,” ucap Elang tanpa mengalihkan atensinya sedikit pun.

“Aku nggak belajar semalam,” jawab Val sambil menopang dagu. “Kamu mau mencontek aku?”

“Bukan menyontek, Val. Tapi kerjasama. Teamwork,” koreksi Elang, mau tak mau membuat Val mendengus geli.

“Oke, deh,” sahutnya. “Maaf, ya tadi aku marah-marah.”

“Nggak apa-apa,” Elang mengibas tangan.

“Biar aku sendiri yang menyalin, Lang,” pinta Val, disambut gelengan kepala dari Elang.

“Tidur lagi sana,” ujarnya.

“Nggak mau,” tolak Val. Kedua tangannya sibuk menyatukan rambut panjangnya dalam sebuah cepol berantakan.

“Kalau begitu jadilah berguna,” sepasang manik hazelnut Elang melirik sekilas gadis yang duduk di hadapannya. “Putar lagu, dong. Suasanya hening banget, bikin mengantuk.”

“Laguku K-Pop semua, tahu,” kekeh Val.

“It’s okay. Aku lagi suka girlband.”

“Masa, sih?”

“Iya. Yang lagunya “auk, auk“.”

“Lang, itu girlband apa anjing laut?”

“Eh, bukan “auk, auk“, tapi “uwaa, uwaa” begitu.”

“Lang, itu girlband apa?” Val tergelak mendengar impersonasi Elang. Tanpa keduanya sadari, Elang berhasil memperbaiki suasana hati Val pagi ini. Mungkin seharusnya Val yang memanggil Elang dengan sebutan “Sunshine“, bukan sebaliknya.

“Aku juga nggak tahu namanya,” Elang nyengir bodoh. “Oh, kamu tahu SEVENTEEN? Putar lagu girlband itu saja, Val.”

“Lang, itu boyband.”

“Tapi ada perempuannya.”

“Itu laki-laki semua, Elang Kencana.”

“Ada, serius!”

“Semuanya laki-laki, tapi memang ada satu yang penampilannya cantik. Sudah, jangan ngeyel.”

“Terserah, deh. Tapi yang namanya Minggu ganteng, ya? Mirip aku.”

“Hah?” Val melongo, kemudian memukul pelan lengan Elang. “Mingyu, tahu!”

“Iya, pokoknya itu,” timpal Elang sembari menyugar rambutnya dengan jari. “Saudara kembarku yang telah lama hilang.”

“Kembar dari mana?!” protes Val.

“Kembar. Pokoknya kembar, nggak boleh protes,” Elang meletakkan jari telunjuk di depan bibir. “Ah, sudah ramai gara-gara kamu. Nggak jadi putar lagu, deh.”

Ia menyodorkan buku latihan Matematika milik Val. “Nih, sudah selesai.”

“Thanks,” ucap Val sembari membaca sekilas jawaban-jawaban yang Elang tuliskan. Tulisan tangan Elang jauh lebih rapi daripada milik Val, membuat gadis itu merasa sedikit iri. “Eh, Lang.”

“Hmm?” gumam Elang sembari membuka aplikasi permainan Tahu Bulat di ponsel Val.

“Kamu maju presentasi Bahasa Jawa hari ini, ‘kan?” tanya Val.

“Iya, maju pertama.”

“Sudah hafal?”

“Belum.”

“Ih, kok bisa?!” Val melotot kaget. “Ngawur kamu, Lang! Maju pertama, lho!”

“Belum sempat menghafal,” jawab Elang santai, membuat Val gemas ingin menempeleng wajah tanpa ekspresinya. “Semalam aku cuma sempat menghafal satu kalimat dalam Bahasa Jawa, tapi itu bukan bagian dari presentasiku.”

“Pasti kalimat umpatan,” cibir Val.

“Sok tahu,” Elang tersenyum mengejek. “Aku tresna karo Valerie.”

.

.

.

-fin.

---

Notes :

• My debut fic as a contributor in WS. Terimakasih buat Q yang telah menerima saya sebagai kontributor baru di sini. I will do my best! Special thanks juga buat Kak Put yang sudah bantu review 😀
• Bagi yang belum tahu, “Aku tresna karo Valerie” artinya “Aku suka sama Valerie”. Nggak tahu kenapa kata-kata “aku suka sama…..” terdengar lebih gemas dalam bahasa daerah.
• Percayalah, walaupun nggak bener, tapi kalo ada temen yang tulisannya bagus dan mau ngasih contekan PR itu adalah hal paling nikmat semasa sekolah.
• I need my own “Elang Kencana” for real.