Amarah Angin

credit: Sunrae

by aminocte

Seperti pahlawan yang sakit hati karena pernah dihina dan dipermalukan, Angin menerjang semuanya.

Dengan amarah meluap, Angin menampar pintu, melabrak jendela, menggoyang tiang-tiang, menumbangkan pepohonan. Dia tak peduli dengan kutukan manusia yang tak kenal rasa takut di bawah sana, cicitan anak-anak yang menggigil kedinginan, gumaman doa seorang wanita sepuh yang kepayahan berdiri tegak, serta pekikan dua gadis belia yang takut roknya tersingkap.

 “Rasakan kau, manusia pongah! Berdirilah kau di bawah sana, tantanglah kekuatan yang telah dipinjamkan Tuhan kepadaku. Niscaya kau tak akan sanggup, bahkan untuk sekadar berdiri sekalipun!”

Jika saja Angin bisa berbicara dalam bahasa manusia, mungkin itulah yang ia katakan.

Anehnya, di tengah amukan Angin yang menggila, ada seorang laki-laki paruh baya yang berdiri di tengah lapangan hijau. Sendirian dia di sana, ditinggalkan oleh para atlet amatiran dan olahragawan dadakan. Entah apa yang dipikirkan lelaki itu sehingga bukannya berteduh, dia malah tenang-tenang saja berdiri di sana. Tak sadar dan tak tahu diri padahal Angin hampir menumbangkan tubuhnya berkali-kali.

Lelaki itu tak goyah. Senyum mengembang di bibirnya yang pucat dan kering.

“Hanyutkanlah aku dalam pusaranmu, wahai Angin!” jeritnya. “Hanyutkanlah aku jika kau mau!”

Angin mengamuk sekali lagi. Tubuhnya berpilin, membentuk pusaran besar. Diterbangkannya apa saja yang mencoba mendekat. Daun, pasir, tanah, rerumputan. Terangkat semuanya ke udara, bermeter-meter jauhnya dari atas permukaan bumi. Sungguh pemandangan yang mengerikan! Orang-orang tak berani mendekat, hanya mampu mengintip dari balik layar ponsel masing-masing. Berharap kejadian langka itu mengabadi dalam stik memori untuk kemudian bisa disebarkan ke siapa saja dengan perantara internet.

Amarah Angin akhirnya reda beberapa saat setelah itu. Meninggalkan lapangan kosong dengan rerumputan yang tak karuan serta daun-daun kering berserakan. Sementara lelaki paruh baya itu tak tampak lagi batang hidungnya.

fin

Catatan penulis:

  • Akhirnya bisa menulis lagi, biarpun segini.
  • Maaf kalau cuma segini dan cuma begini.
  • 🙂

10 thoughts on “Amarah Angin

  1. Kudou says:

    Pemuda paruh bayanya ilang gitu? .===========.

    Kakak kalo bikin cerita amarah semesta gitu dapet aja ya kata2nyaa. Beneran berasa guntur petir jadi bekson ceritanya gitu. Huhu.. Mana di akhir disempilin sentilan bahwa orang sekarang milih abadikan momen ketimbang nolong orang. Huh.
    As always ada pesan moralnya. Jangan angkuh jadi orang sipp *padahal kali aja bapak paruh baya cuma bersastra indah di tengah badai tapi malah kelelep angin :(((( #plak
    Nice job kakamii! 😀

    Like

  2. dhamalashobita says:

    Cerita yang bernilai lebih dari ‘segini’ dan ‘begini’!
    Ami nyelipin sentilan-sentilan buat pembaca yang didapat dari realitas sekitar. Keren banget. Dan aku ngebayangin kalau orang itu dibawa angin, terus dia nyesel. Hehehe.
    Keep writing, ami! 🙆

    Like

    • aminocte says:

      Waah kak mala, aku terharu. Iyap, ini memang terinspirasi dari realitas dan semoga bermanfaat ya kak :). Aku juga membayangkan kalau dia kebawa angin dan nyesel (tapi telat :”). Makasih kak, keep writing juga 🙂

      Like

  3. fikeey says:

    ‘segini’ dan ‘begini’nya ami mah another level miiii huhu 😦 aku suka ih kalo ami udah bawa fiksi yang vibenya kayak gini lanjutkan mi, atuhlah xD aku suka banget sama ceritanya, dan yes setuju sama mala. sentilan buat pembaca dari realitas sekitarnya tuh duh :’) (bentar, jadi si lelaki paruh bayanya udah goodbye kan ya mi? duh lagian sih ah ada-ada aja nantangin hih.) keren sekali ah. keep writing amiiii ❤

    Liked by 1 person

    • aminocte says:

      Duh kak fika aku jadi tak ena soalnya mikir “ini kok pendek amat ya” dan udah ketik hapus ketik hapus huhu. Makasih ya kak, ini juga sentilan buatku juga. Dan yes, dia udah goodbye, kak :”. Keep writing juga ya kak :).

      Like

  4. myk says:

    kak ami nulis ‘segini dan begini’ beda sama aku ya, vana jadi syedih haha. tp, aku suka ah, kak ami bawa fiksi kaya gini, kaya yang kita jadi ikir lagi sama orang-orang di sekitar (buat aku pribadi sih, kak) ya, aku kesel pas baca kalimat penutupnya, kaya yang ‘ah, kak ami pasti selalu bisa’ pokoknya aku sukaaaa. keep writing yaaa, kak ami! syemangat 🙂

    Like

    • aminocte says:

      Aaa ivana maaf ya, ku tidak bermaksud membuatmu syediih :”. Iya, ini semacam apa ya, luapan persepsi (?) juga karena beberapa waktu yang lalu, daerahku kena angin badai. Semoga bisa bermanfaat ya, vana :). Terima kasih dan keep writing juga yaa

      Like

  5. orenjiorange says:

    Aku paling suka sama tone cerita yang kayak gini hahaha dan kamu selalu berhasil deh, mi! Huhuuhuhuhu beneran suka sama ceritanya. Padahal plotnya singkat ya, dan itu pun juga tentang angin yang lagi bikin kacau bumi, tapi kamu selalu nemu cela untuk bisa diceritain gitu. sooooo kereeeeennn :’)

    Like

Leave a comment