Shots #1

by fikeey

Photo by: Andy Mai

Cleaning.

–

Biasanya tugas membersihkan rumah—oke, apartemen, karena upahku sebagai penulis lepasan belum cukup untuk bisa membeli satu—tak pernah semelelahkan ini, tak pernah membuatku ingin berteriak frustrasi. Oke, memang lain ceritanya kalau yang sedang kau bersihkan adalah noda bandel sialan yang bisanya hanya bergaya di lantaimu dan melempar senyum mirip pembangkang sejati sambil berkata: “Sini, bersihkan aku kalau bisa.”

O ya dan kalau penderitaanmu belum sempurna, tambahkan juga ketukan cepat di pintu apartemenmu ketika belum ada setengah pekerjaanmu selesai. Siapa orang sialan yang memilih waktu ini untuk berkunjung?

Jadi kubuka pintunya tanpa ada tendensi apa pun untuk merapikan atau setidaknya menutupi kekacauan yang ikut terpapar ke pakaianku. Iya. Maka dari itu, balasan yang kuberikan untuk pacarku—ya ampun, Sayang, kau benar-benar payah dalam memilih waktu untuk mampir—ketika ia berdiri di muka pintu sambil melongo adalah tautan alis dan wajah polos.

“Kau berdarah?”

Aku melempar senyum. Begini, Guys, sebagai pengingat saja sebenarnya. Jangan gunakan pisau tumpul untuk memotong. Lama. Dan bekasnya bisa berantakan soalnya korbanmu bakal meronta karena tidak kunjung mati. Itu aturan pertama.

Aturan kedua—

“Bisa katakan kenapa lantaimu berantakan begini?”

—jangan biarkan pacarmu—atau siapa sajalah—menyerobot masuk begitu saja, apalagi kalau pekerjaanmu belum selesai. Sampai sini paham?

Dan aturan ketiga ….

“Dear God, did you just kill someone?!”

Siapkan jawaban paling masuk akal dan tidak membuat panik.

“Baby, I’m a writer.”

Writers need to do their own research, don’t they?

 —-—

• big thanks to La Princesa buat pencerahannya! ehehehe.