Shots #4

by fikeey

photo by: Dominique Feldwick-Davis

Eye contact.

Sekian tahun dihabiskannya berpijak di muka bumi, Damian Fletcher tak pernah—well, hanya untuk beberapa kali sih—menyadari bahwa sepasang manik hijau sempurna bisa membuatnya sedemikian kehilangan kontrol di tengah-tengah acara. Gelas sampanye miliknya tergantung tanpa maksud di tangan kanan dan ekspresi wajahnya mungkin telah terlihat sangat tolol sekarang. Si wanita pemilik iris emerald yang tadi sempat membuat napasnya tersangkut tengah meniti langkah menuju panggung, sebelah tangan seseorang menggamit pinggangnya dan ya ampun, ingatkan Damian untuk tidak berlari ke sana dan menarik paksa wanita itu dari pasangan kencannya.

Pria itu berdiri di antara para tamu yang diundang, kebanyakan dengan rambut memutih dan selera pakaian kelewat norak. Ia harap tak akan pernah hadir di acara seperti ini lagi—yeah, yang artinya Damian harus lebih pintar memilih lakon setiap datang ke suatu kota atau tempat yang baru. Baiklah, dimengerti. Untuk sekarang, lebih baik ia mengawasi tubuh semampai yang berdiri di belakang mic dan mengoarkan suaranya ke seluruh penjuru ruangan. Sesuatu mengenai minggu amal bulan depan serta rencana yang telah dipersiapkan.

“Dan kuharap akan ada peningkatan relawan setelah ini.” Si wanita bermanik hijau berkata dengan selipan nada menyemangati, sementara pria berambut pirang yang berdiri di sebelahnya mengunggah senyum bangga. O, jika ia tahu Damian tengah memainkan beberapa plot untuk membuatnya tak bernapas pagi nanti, mungkin lengkung bibirnya juga akan terasa mati.

Satu, dua kalimat berisi ucapan terima kasih sebelum akhirnya pidato singkat itu ditutup. Si Cantik melangkah turun dari podium dengan langkah tak terburu dan tiap helai rambut yang bergoyang di punggungnya benar-benar membuat Damian gila. Takdir tidak pernah salah, iya ‘kan? Mungkin sang wanita adalah alasan mengapa Damian rela mengambil pekerjaan sebagai relawan dua jam setelah ia sampai di kota kecil ini.

Gelas tingginya kini kosong. Pria itu baru saja mengembalikannya ke nampan seorang pelayan yang kebetulan lewat.

Sementara maniknya sibuk mengikuti sosok si wanita yang tanpa lelah berkeliling ruangan dan menebar sapa, perut Damian dipenuhi oleh dentuman kupu-kupu yang saling berpesta. Hah. Entah sudah keberapa kalinya saat ini, Damian tak peduli. Setelah sekian tahun ia habiskan dengan rupa yang sama, akan ada saatnya ia akan kembali dipertemukan dengan keseluruhan yang sama pula—dan bagian yang paling merepotkan adalah bagaimana ia mengulang segalanya dari awal lagi.

Si pria pirang kini tak terlihat di mana pun—entah ke belakang atau sedang menggoda salah satu pelayan. Pft. Damian sudah terlalu lama hidup, jadi ia bisa menilai mana ekspresi yang menggambarkan ketulusan mana wajah yang menyimpan banyak kebohongan. Dan si pria pirang? O, aroma tubuhnya sebusuk daging kerbau yang dibiarkan terbuka di tengah tanah lapang. Menghitam dan banyak lalat.

Jadi, meyakinkan dirinya bahwa ia sudah melakukan hal ini ratusan—ribuan bahkan—kali, Damian mulai mengatur langkah. Ya ampun jika dirinya masih memiliki jantung, mungkin suara degupnya bisa mengalahkan dentum konser sekarang.

“Gia?”

O, ya. Damian memang sudah melakukan ini berkali-kali, sampai ia lupa harus melakukan perkenalan yang pantas kepada seorang wanita dan bukannya memanggil yang bersangkutan dengan nama panggilan.

Tapi masa bodoh.

Karena sekarang pria itu tengah berhadap-hadapan dengan manik hijau yang sungguh lebih indah jika diperhatikan lebih dekat. Kau tahu batu emerald? Iya. Seperti itu. Lebih bening dan menyejukkan malah. Oh-ho Damian benar-benar kepincut.

“Uh … maaf, apakah aku mengenalmu?” Dan suara sang wanita yang teredam oleh kicau para tamu sukses membangunkan Damian dari kondisi trans beberapa saat. O Tuhan, ingatkan pria itu untuk bersikap lebih dewasa di pertemuan-pertemuan pertama setelah ini.

“Damian Fletcher, Nona. Maaf. Sepertinya kita memang belum saling mengenal.” Tapi sebentar lagi akan.

Si wanita tersenyum ramah. “Kebetulan yang sangat gila, bukan? Kau memanggilku dengan nama kecil yang sering Mom teriakkan di rumah kami,” katanya lantas mengulurkan tangan dengan jemari ramping favorit Damian. Pria itu senang menggenggamnya karena di situ terdapat kehangatan. “Gisele Annesley. Senang mengenalmu, Tuan Fletcher.”

Damian tak yakin harus menyambut jabatan tangan wanita di hadapannya atau tidak—karena ia tahu akan berakhir buruk apabila dirinya kehilangan kontrol. Hah. Kejadian pada pertemuannya jauh sebelum ini di mana ia lantas menarik tangan Gisele dan membawanya pergi. Satu bagian dari sekian banyak episode yang pernah ia mainkan dalam hidupnya. Pria itu menggerakkan lengannya—namun sedikit kaku—dan menyelesaikan pertemuan pertamanya secara simbolik.

Ketika ia mengangkat wajah dan kini saling bertatapan—sekali lagi—Damian tidak tahu bahwa efek dari kontak mata sederhana bisa membuatnya hampir kehilangan akal. Dan yeah, seperti alur yang sudah-sudah pula, takdir membuatnya jatuh cinta sedemikian dalam pada sang wanita entah untuk hitungan keberapa kali.

Damian lupa ketika angkanya sudah mencapai empat digit.

—-—

4 thoughts on “Shots #4

  1. lianadewintasari says:

    Jadi… Intinya si Damian ini jatuh cinta sdh empat kali sama cewek yg sama?
    Aku suka sama deskripsi kekagumannya sih tapi kok di akhir aku bingung… apa si Damian manggil Gisele dgn gia krn memang udh pernah kenal?
    Atau aku harus baca shots sebelumnya hahahah ini sdh yg ke4 tapi aku blm baca yg pertama huhu
    Tapi deskripsi kekagumannya Damian itu warbyazah, deskripsi semua eventnya sih sbnrnya… Hehe
    Keep writing!

    Like

    • fikeey says:

      hehehe, buat gampangnya, jadi si damian ini makhluk immortal. dan dia kan udah bertahun-tahun lah hidup di dunia tapi takdir tuh kayak mempertemukan dia sama gisele lagi. di timeline hidup gisele, pasti dia bakal ketemu damian. something like that deh hehe. makanya kan damian bisa tau nama panggilan gisele, karena gisele-gisele sebelumnya (dan gisele yang sama) dipanggilnya selalu kaya gitu hehe.

      noo, ini ngga ada hubungannya sama shots sebelumnya kok ehe. makasi banyak yah lianaa suda mampir, baca, dan komen hihi. keep writing tooo! 😀

      Like

  2. O Ranges says:

    LOH APA APA APAAAA DAT LAST LINE KAFIKA HV MERCY ON MY SOUUUULLL!!! PIKIRAN TITAN KEMANA-MANA ASDFJKALSFHASJH

    ini semacam reinkarnasi kah? eh bukan bukan. time travel kah? good lord, tuh kan titan kebanyakan baca novel fantasy jadi carut marut deh. atau si damian ini teman masa kecil gisele? aaaaaaaaaaaaa so many possibilities

    yeokshi kafika. kusuka prompt nya ❤ keep writing yaa ❤ ❤

    Like

    • fikeey says:

      HEHEHEHEHE hayo hayo hayoooooo! xD

      hm, bukan time travel. reinkarnasi … yes, tapi di bagian gisele hehe. jadi intinya di sini tuh damian makhluk immortal, dan setiap gisele satu ‘meninggalkan bumi’ (elah bahasanya), dia bakal ketemu gisele lain (yang sama/reinkarnasinya) setelah bertahun-tahun. makanya kan dijelasinnya, takdir selalu bikin dia jatuh cinta berkali-kali sama gisele ehe. mudeng ga tan? huhu aku kok jelasinnya malah bingung sendiri ya huhu maafkeun :” empat digit tuh, berarti kan si damian udah bertahun-tahun-tahun-tahun tinggal di dunia bikos dia immortal wkwkw.

      makasi banyak ya titankuuuh! keep writing toooo ❤

      Like

Leave a comment