Brothers [1]

brothers

by fikeey

#Act 01
Ia pernah datang ke rumahku pagi-pagi buta dengan memar biru di seluruh tubuhnya dan bibir berdarah.

Tempat kejadian perkara, menurut Min Yoongi, adalah sesuatu yang suci. Sekotor apa pun area saksi utama aktivitas yang kerap―dan hampir selalu―mengorbankan nyawa manusia, harus diperlakukan layaknya anggota kerajaan yang terhormat. Ia hampir selalu menyuruh anggota timnya melepaskan sepatu sebelum masuk ke titik yang telah ia tandai sendiri, menggunakan sarung tangan karet dan memangkas semua pembicaraan yang tak perlu. Memang pada dasarnya pria itu cinta keheningan sih, jadi untuk peraturan terakhir sebenarnya dikeluarkan atas ego si empunya.

Selama beberapa tahun menekuni pekerjaannya, Kim Namjoon, selaku rekan dekat Yoongi adalah oknum yang paling sering membuatnya sakit kepala.

O, ayolah.

Mereka tidak bekerja bersama dalam kurun waktu dua atau tiga hari namun bertahun-tahun. Kesalahan Namjoon yang paling fatal menurut Yoongi adalah menghancurkan benda apa pun yang ia pegang atau berada dalam jarak sentuhnya―seolah-olah ia adalah titisan iblis perusak yang siap membuat onar. Walaupun begitu, Yoongi selalu kagum akan ide liar yang spontan keluar sebagai pembelaan diri.

“Katakan alasan dari pernyataanmu bahwa garpu plastik yang kau injak tidak memiliki hubungan apa-apa dengan kasus ini, Namjoon.” Yoongi berujar galak seraya mengamankan patahan si benda mungil ke dalam kantong bukti.

Di sebelahnya, Namjoon ikut berlutut; masih mengoceh panjang lebar tentang bagaimana si mayat bisa terkapar di tengah-tengah ruangan dengan aliran air entah dari mana dan piring berisi kudapan ringan yang isinya berserakan.

“Lihat, Yoongi. Ia terpeleset, oke? Asumsiku, ia sedang dalam proses mengunyah makanan ini ketika kaki telanjangnya berkontak dengan air, terpeleset, lalu mengakibatkan kerusakan serius pada organ fatalnya,” jelas si pria dengan surai terang.

“Bagaimana jika ia menggunakan garpu ini sebagai penunjang?”

Namjoon melempar pandangan datar. “Tidak juga. Aku sudah memastikan tangan kanannya penuh dengan remah kue dan sedikit berminyak. Teksturnya sama dengan isi piring yang berceceran di sebelah sana.”

“Mungkin garpu plastiknya adalah penyebab utama ia terpeleset?”

“Seseorang yang tewas akan mengalami pembekuan darah dan kulitnya akan berangsur kaku. Jika ia mati seketika harusnya ada bekas cetak kecil garpu di kakinya, tapi aku bisa bilang tidak ada jejak apa pun di sana,” tutur Namjoon, kini berdiri berhadap-hadapan dengan Yoongi yang masih menggenggam plastik berisi bukti pertama hari itu. “Lagi pula garpunya baik-baik saja sebelum kurusakkan.”

Ada helaan napas pelan sebelum akhirnya Yoongi merespons. “Baiklah. Tapi aku ingin garpunya tetap kau bawa ke lab. Mungkin saja ada jejak yang bisa dilacak dari sana.”

Aye aye, Captain!” Si pria tinggi berseru dengan nada jenaka sebelum berbalik dan berjalan menuju pintu. Ya, tentu ada lagi kejadian kecil setiap kali ia melangkah. Menginjak kaki salah satu opsir patroli di luar yang tengah mengamankan keadaan, misalnya, dan Yoongi hanya memperhatikan peristiwa itu dengan kesabaran yang mati-matian ia jaga.

Yoongi lantas kembali pada aktivitas sebelumnya; paramedis sudah mengangkut mayat korban sejak tadi dan beberapa teknisi forensik masih hilir mudik mengumpulkan serta mencari sisa barang yang bisa dijadikan bukti. Yoongi mengoper patahan garpu plastiknya pada salah satu dari mereka, lalu memutar tubuh dan menyerap lamat-lamat pemandangan di hadapannya.

Ruangan dengan dominasi warna primer menyerupai samudra itu melingkupinya, lengkap dengan rasa kekeluargaan―yang sedikit demi sedikit sirna―seolah menguar dari tiap inci dindingnya. Foto keluarga berukuran besar yang menggantung di sisi terluas dinding memandang balik pada Yoongi, seakan berusaha keras mempertahankan tetes terakhir ungkapan cinta dalam rumah ini.

Di sudut ruangan ada area yang seharusnya diisi oleh meja kopi (atau semacamnya)―Yoongi menebak demikian atas bekas menguning di empat sisi berbeda yang terbentuk di permukaan lantai. Foto-foto yang mungkin mulanya terpajang di sana dipindahkan ke atas dinding perapian. Ya. Terlihat berantakan dan terlalu tergesa, karena si pemilik rumah hanya menumpuk bingkai-bingkai itu tanpa repot-repot mengaturnya.

Yoongi lantas melangkahkan tungkainya ke sisi lain ruangan, namun ia berjengit di langkahnya yang ketiga. Serpihan kayu. Dan untuk sesaat, ada gejolak aneh yang mampir dan bersarang di perutnya. Terlebih ketika ia memandang kembali foto keluarga―menyelisik wajah sang ayah, ibu, dan ketiga anaknya.

Piring berisi camilan manis yang isinya berhamburan terbaring menelungkup beberapa langkah dari guratan perekat penanda lokasi mayat. Menurut Namjoon, korban mereka makan tanpa menggunakan alat bantu semacam sendok atau garpu. Dan kudapan manis. Ah … untuk sesaat, bukti-bukti kecil yang ia temukan setidaknya berada di satu jalur.

Pria itu baru akan menjawab telepon genggamnya yang tiba-tiba bergetar ketika bahunya ditepuk pelan oleh seseorang.

Kim Seokjin, sang patologis forensik, berdiri di sana dengan buku kecil yang tak pernah absen ia bawa.

“Namjoon bilang ia sudah bertemu dengan tiga anak korban kita. Semuanya sudah berada di kantor dan berada di bawah pengawasan,” tutur sang dokter. “Kau sudah selesai? Aku baru saja merangkum bukti yang kudapatkan setelah pengecekan awal.”

“Ya, kurasa.”

Yoongi mengekor di belakang Seokjin yang melangkah menuju pintu, melewati jalan setapak di samping garasi mobil milik keluarga kecil yang pagi ini kehilangan satu lagi anggotanya. Ada sekelompok teknisi forensik yang tengah memasang alat pengait pada sedan keluaran tahun lama yang diparkir mundur―dan agak melenceng―ketika Yoongi tiba di jalanan depan. Opsir patroli masih menjaga area di sekitar garis kuning sementara para tetangga mulai bertambah jumlah dan saling bertanya.

Ketika alarm mobil Seokjin menyahut dari kejauhan, Yoongi menepuk bahu pria itu. “Aku akan menemuimu di lab. Ada beberapa hal yang harus kuperiksa,” katanya. “O, ya. Tolong beritahu Namjoon kalau aku menitipkan surat kematian milik mendiang istri korban. Mungkin bisa membantu apabila diperlukan.”

Seokiin mengangguk atas permintaan Yoongi. “Baiklah.”

Maka, diiringi dengan deru lembut mobilnya, Yoongi lantas meninggalkan tempat kejadian perkara pagi itu. Kepalanya dipenuhi dengan berkas-berkas administrasi yang akan ia cari, sehubungan dengan apa yang tadi seolah menamparnya ketika memandang foto keluarga.

Seokjin tengah bekerja dengan pisau bedah yang amat ia agungkan itu ketika Yoongi mengetuk pintu kaca yang menghubungkan ruang operasi forensik dengan lorong berbau steril di luar. Sang detektif lantas memosisikan dirinya di seberang Seokjin dengan mayat mereka hari ini―yang perut bagian bawahnya menganga tempat tes kandungan tubuh tengah dilakukan―sebagai pemisah.

Pemandangan demikian sudah ratusan kali Yoongi saksikan sebenarnya, tapi tetap saja selalu ada rasa tak nyaman apabila ia harus berada dalam jarak pandang seintim ini. O, ya. Jangan lupa kalau perut korbannya terbuka secara harfiah, Saudara-saudara. Itu artinya pertunjukan bebas organ dalam tanpa sensor mozaik seperti yang sering kau saksikan di televisi.

“Perkiraan waktu kematian … pukul enam Senin sore, dengan kata lain, kemarin. Tidak ada luka luar yang bisa mengakibatkan komplikasi serius; hanya bekas lecet di buku jari dan tungkai bawahnya, tapi menurutku itu tak berarti apa-apa,” jelas Seokjin seolah telah melatih percakapan itu dalam kepala. “Intinya, penyebab kematian korban kita kali ini bukanlah benda tajam, tumpul, atau kekerasan fisik.”

“Jadi …?”

Sang dokter tersenyum. “Yoongi, apakah kau pernah membaca salah satu novel karya Agatha Christie?”

Ada hela napas jengkel sebelum Yoongi membuka mulut. “Ayolah … kita berdua tahu pekerjaan ini tidak memungkinkan untuk duduk manis di kedai kopi sambil membaca buku.”

Surai arang Seokjin bergerak-gerak ketika si empunya meloloskan tawa. “Baiklah, baiklah, maafkan aku,” katanya. “Sianida. Penyebab utama kematian korban kita kali ini adalah sianida. Jika kau pernah merepotkan dirimu sendiri untuk membaca, komponen ini mematikan dalam dosis 200 miligram. Jumlah yang sangat kecil, tentu.

“Aku masih melakukan pemeriksaan soal berapa dosis yang masuk ke dalam lambungnya, jadi belum bisa kupastikan. Tapi … jujur saja. Buktinya kuat jika memang benar racun ini adalah penyebab utama kematian korban.” Seokjin menerangkan. “Lihat warna kulitnya? Aku baru sadar ketika memprosesnya di meja operasi. Terlihat agak merah muda dan … kata orang hanya ada segelintir saja yang bisa membaui, tapi … cobalah. Ada bau almond pahit.”

“Kau akan menjelaskannya secara ilmiah?” Yoongi bertanya pelan; akhirnya tidak tahan dengan perut yang menganga, jadi ia memutar tubuh dan berjalan menuju meja kerja.

“Ya, tentu saja,” jawab Seokjin. “Waktu untuk racunnya bereaksi sekitar sepuluh sampai lima belas menit, bisa jadi lebih cepat atau lebih lambat tergantung pada keasaman lambung. Kau dan Namjoon berhasil membuktikan kalau korban sebelumnya makan sesuatu?”

Yoongi mendongak. “Ya.”

“Mungkin dosis agak banyak dan perut kosong yang menyebabkan waktu reaksinya lebih pendek. Sianida butuh asam untuk berubah menjadi hidrogen sianida dan inilah oknum utama yang membunuhnya. Kau pasti memiliki pemikiran yang sama denganku bahwa kemungkinan racunnya masuk lewat kudapan manis itu, ‘kan?”

Jika kau pernah melihat ekspresi wajah seseorang yang lupa menarik ritsleting celananya waktu berjalan keluar dari bilik toilet, maka kurang lebih seperti itulah air muka Yoongi saat ini. Bolpoin milik Seokjin yang semula ia mainkan di antara barisan jemarinya kini terbang entah ke mana, begitu saja terlupakan atas kalimat panjang lebar si surai hitam yang seolah mendatangkan ilham.

Yoongi buru-buru mengeluarkan ponselnya, menekan beberapa nomor yang sudah ia hafal di luar kepala. Pria itu menunggu nada sambungnya berhenti sembari mengetuk-ngetuk permukaan meja dengan jemari pucatnya. Ada sekitar tiga buah pertanyaan singkat yang ia ajukan saat panggilannya diangkat sambil melantunkan doa dalam hati semoga Namjoon tidak membiarkan penyakit teledornya muncul ke permukaan.

Ah … tapi untunglah Yoongi bisa menutup pembicaraan itu disertai helaan napas lega.

“Baiklah. Aku akan menunggu kabar darimu,” tutur Yoongi sembari berjalan ke pintu.

Seokjin menyahut dari balik meja operasi. “Ya, tentu saja.”

Namjoon adalah satu-satunya jiwa di ruang pengamat yang dipisahkan oleh cermin satu arah dengan ruang interogasi. Pria berambut terang itu tengah bertumpu pada tangan kanannya, mengetuk-ngetukkan ujung jemarinya pada permukaan meja ketika pintu berderit terbuka.

Yoongi beringsut masuk tanpa menunggu jawaban dari sang rekan. Jasnya ia sampirkan di sandaran kursi, meninggalkan pria itu hanya dengan kemeja polos dan dasi yang sudah tak rapi. Bau formalin yang acap kali menguar di ruang operasi Seokjin tak pernah ia sukai, jadi hal pertama yang Yoongi lakukan selepas mengunjungi si dokter adalah pergi ke kamar mandi dan membasuh wajah.

Kursi yang kosong di sebelah Namjoon kini terisi. Kedua detektif itu masih belum mengucapkan sepatah kata apa pun hingga akhirnya figur yang lebih tinggi meleburkan atensi pada tumpukan tipis map lusuh di hadapan figur satunya.

“Kau mengunjungi rumah sakit dan panti asuhan sepagian ini?” Namjoon buka suara, mengambil map di tumpukan paling atas dan mengintip isinya. Ia menggeser asbak berisi beberapa potongan rokok beserta bekas abunya.

Yoongi tak menjawab. Lagi pula ia kalah cepat dari Namjoon yang lantas bereaksi di sebelahnya.

Seolah tak mempercayai apa yang baru saja dibaca, Namjoon lantas mengambil map lain dan membuka halaman awal, lalu memeriksa map yang terakhir sebelum melempar tubuhnya ke sandaran kursi. Ada hela napas dan ekspresi wajah terpana ketika ia membuka mulutnya lagi.

“Ketiga bocah ini adalah anak adopsi?” tanya Namjoon, mengindikasikan pada tiga sosok yang tengah duduk bersisian di ruang interogasi. Tidak ada yang ketiganya lakukan di dalam sana, hanya duduk memandangi permukaan meja―sesekali mendongak ketika merasa pegal―dengan seorang petugas berseragam berdiri mengawasi di dekat pintu.

Anggukan pelan yang dilontarkan Yoongi adalah jawaban bagi pertanyaan sang rekan.

“Bagaimana kau ….”

“Foto keluarga,” mulai Yoongi pelan. “Istrinya meninggal sekitar lima tahun yang lalu dan kupikir itulah awal di mana semua masalah ini berasal.”

Namjoon mengernyitkan alis dengan gelagat bingung. “Apakah aku memikirkan hal yang sama?”

“Anak pertama yang mereka adopsi, Park Jimin, sekarang berusia 21. Duduk di bangku kuliah, tahun ketiga, tidak ada catatan kriminal apa pun yang terdata. Anak kedua, Kim Taehyung, 21. Ia tidak melanjutkan pendidikan dan catatan kriminalnya lumayan. Hanya kebandelan biasa, tapi hal ini bisa dijadikan senjata untuk menyerangnya di pengadilan.

“Dan yang terakhir, Jeon Jungkook. Masih duduk di kelas menengah akhir. Beda dua tahun dengan kedua kakaknya, dan … tidak ada catatan yang terdata,” jelas Yoongi panjang lebar.

Surai terang Namjoon bergerak-gerak ketika si empunya menganggukkan kepala tanda mengerti. “Omong-omong, apa kau sudah coba memeriksa tempat yang sering didatangi korban?” tanyanya kemudian.

Yoongi menjawab dengan anggukan pelan. “Ya dan berisi lusinan pemabuk berengsek berbau seperti kandang babi. Tidak ada satu pun yang sadar kutanyai. Bahkan pemiliknya teler dan harus dipapah menuju kursi,” dengusnya. “Para penjaga mengaku hanya pernah melihat korban masuk, main, lalu keluar lagi. Mereka tak pernah mengobrol atau mengambil selfie.”

Sang rekan meloloskan tawa pelan. “Jadi intinya tidak ada yang bisa kau dapatkan dari interogasi itu?”

“Tidak sama sekali,” jawab Yoongi. “O ya, bagaimana dengan bocah-bocah ini?”

Namjoon memulai penjelasannya dari si kakak pertama, Jimin, yang duduk di sisi paling kiri. Ia terlihat lelah dengan surai gelap yang jatuh ke dahi dan bertubuh tegap seolah telah berkali-kali dirudung pekerjaan berat. Bocah nomor dua, Taehyung, lebih tinggi dan lebih ringkih dibandingkan sang kakak. Rambutnya berwarna cokelat terang―entah hasil cat atau alami, Yoongi tak tahu―dan mengeluarkan aura pembangkang ketika Yoongi tak sengaja menangkap pandangan matanya.

Dan si bungsu, Jungkook, duduk di antara kedua kakaknya. Asumsi Yoongi pertama kali adalah bocah itu tumbuh dewasa sebelum masanya, terlihat seperti memikul beban yang sarat tekanan di bahunya, dan merasa tak pernah melakukan hal yang lebih. Jungkook lebih kaku, lebih tegar, dan lebih sulit ditebak dibanding kedua kakaknya―menurut Yoongi. Tipikal anak yang terlalu lama dikekang dan tengah menyiapkan rencana matang dalam kepala untuk memberontak.

Yoongi baru menangkap kalimat penutup Namjoon ketika pintu diketuk. Seorang opsir berseragam muncul dari baliknya tiga detik setelah ucapan permisi tadi.

“Mereka membawa seorang saksi. Dia bilang dia adalah tetangga dekat keluarga ini.”

Ada jeda sedikit sebelum Yoongi akhirnya membuka mulut. “Tetangga dekat?” tanyanya, mencoba menekan, sementara yang ditanya menganggukkan kepala. “Baiklah. Aku dan Namjoon akan menemuinya di luar.”

Saksi yang dibicarakan sang opsir adalah seorang lelaki muda berumur tak mungkin lebih dari 25, bertubuh tak begitu tinggi, dengan surai hitam yang dipotong rapi. Peluh mewarnai dahinya yang bersih dari anak-anak rambut, sementara dadanya bergerak naik turun meraup oksigen. Jaket tebal berwarna gelapnya terlihat berantakan dan lelaki itu masih menenteng kunci mobil di tangan kanan. Ketika melihat sosok Yoongi dan Namjoon mendekat, ia lantas mendongak sebelum mengeluarkan kalimat pertanyaan.

“Mereka ada di sini? Apakah mereka baik-baik saja?” tanyanya. Ada gurat khawatir yang mewarnai air muka lelaki itu, pun nada bicaranya yang terdengar sedikit bergetar.

Yoongi mengangkat alis, diikuti Namjoon yang memberikan gelagat sama. “Jika maksudmu adalah Jimin, Taehyung dan Jungkook maka ya, mereka baik-baik saja dan masih bernapas,” katanya. Ia menghentikan langkahnya agak jauh.

Si lelaki mengalihkan atensinya kepada Yoongi―yang barusan menawarkan diri untuk menjawab. “Maafkan aku muncul tiba-tiba begini. Uh … namaku Jung Hoseok dan aku tinggal dua rumah dari kediaman mereka,” ucapnya memperkenalkan diri. “Aku baru tiba dari kampus untuk mengambil buku referensi penelitianku yang tertinggal ketika ada garis polisi di mana-mana.”

Kali ini Namjoon yang bersuara. “Ya. Menurut laporan bagian pengaduan, anak-anak itu baru berani menelepon lima jam setelah mereka menemukannya. Kami terjun ke lapangan pukul lima pagi tadi. Apakah kau mengenal dekat keluarga ini?”

Hoseok mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Namjoon. “Aku … begini. Apakah kalian menempatkan mereka bertiga sebagai tersangka?”

“Ya. Mereka bertiga adalah yang pertama kali menemukan mayat. Apakah kau mengetahui sesuatu?” tanya Namjoon, tanpa ragu menuju langsung kepada inti pembicaraan. Yoongi diam-diam melakukan selebrasi, omong-omong.

Jung Hoseok terlihat tak nyaman dan gelagatnya menunjukkan bahwa ia tidak setuju dengan keputusan itu. Ekspresi khawatirnya masih terpeta. “Jimin dan Jungkook tidak mungkin melakukannya, tidak, mereka anak baik. Walaupun aku tahu perlakuan macam apa yang mereka terima di rumah, aku yakin tak akan pernah tebersit di benak mereka untuk membunuh.

“Dan Taehyung … o Tuhan, anak itu memang pembangkang sejati. Ia pernah datang ke rumahku pagi-pagi buta dengan memar biru di seluruh tubuhnya dan bibir berdarah. Ia memang sering meracau akan membalas ini semua, namun … tidak mungkin. Pasti bukan mereka.”

Yoongi berdeham. “Taehyung tidak melanjutkan studinya. Apakah dia bekerja?”

“Ya. Dia merelakan kesempatannya untuk Jungkook,” jawab Hoseok. “Taehyung bekerja, walaupun tidak pernah memiliki pekerjaan tetap. Terakhir kutahu, ia berada di suatu klub bawahan di kota sebagai bartender atau semacamnya. Tapi―”

“Namjoon, aku harus berbicara pada mereka.” Yoongi berkata, memotong kalimat Hoseok yang diselimuti nada meminta. “Jika perkataan anak ini benar, maka mungkin aku bisa membuktikan sesuatu. Dan Jung Hoseok?”

Yang disebut namanya mengiyakan dengan patuh. “Ya …?”

“Kau ikut Namjoon sebagai saksi.”

*


  • firstly first, thanks a loooot my dearest la princesa yang udah bantuin aku ngebeta dan jadi first readeeeeer hehehehe. kakput, melavsyouuu! ❤
  • really, really first time bikin cerita detektif-detektifan yang bener-bener kayak gini. jadi intinya … aku masih beginner. di bawahnya beginner, mungkin guys.
  • by the way kalo yang udah nebak-nebak jangan di-reveal di comment box yha entar ga seru. simpen di hati aja dulu gaiz. masih ada beberapa chapter lagi sebelum akhir haha. please bikin aku seneng dong dengan ngga nebak di tengah-tengah (HAHAHAHA ABAIKAN, fikanya labil).
  • thank you for reading anw! have a nice day!

26 thoughts on “Brothers [1]

  1. doremigirl says:

    WAAAAAAA KAK FIKA!

    udah lama banget kayaknya aku nggak ngebaca fanfic yang berbau crime gini, huhu kak fika emang da best urusan beginian. aku super excited pas ngeliat posternya, terus kebayangnya mereka pas jaman dope masa. karakterisasinya namjoon bikin ngakak (dimana2 dia adalah dewa penghancur), terus jin jadi dokter forensik! penempatannya pas banget dan cocok. jung hoseok emang pantesnya jadi mahasiswa biasa masih mencari kebebasan, termasuk maknae line antek2 nya :’) dah karena ini udah dibeta kakput juga i’m really excited for the next part. semangat kak fika!❤

    Like

    • fikeey says:

      VELIIIIII :”))) aku tuh tadi abis baca reply-nya veli and yes, hoseok dari jaman rookie king astaga udah menghancurkan imej sendiri yha xD

      waaa makasih veliii hehehehe. IH IYAAA! aku juga pas nulis tuh bayanginnya yoongi, namjoon, seokjin, sama jungkook jaman dope kan. terus terus kalo taehyung yang rambut sekarang vel, yang menyerempet kaneki ken xD terus terus kalo jimin pake gaya rambut dope but warnanya cokelat (asli aku suka banget doi rambut cokelat heu). terus j-hope jaman duluuu pas no more dreams. parah aku ngefans banget rambut j-hope kalo dikeatasin gituu :”) dan … ya ampun aku seneng pabila penempatannya pas hahaha. baru awal-awal suka bts udah sok-sokan bikin plot ginian akunya huhu :”( and yesss, udah dibeta kakput hihihi x)

      siip veliii, ditunggu next part-nya yhaa. hari rabu (insert senyum jahat moon) hahahaha xD makasi ya veli udah baca dan komeeen ehe.

      Like

  2. cherryelf says:

    Wah, Kak Fika nge-crime, nih. Aye aye joss! Pengen nebak-nebak tapi ga ada yang bisa ditebak /dan ga berani jg krn udah diwanti2 di AN lol/. Tiga anak itu kayaknya terlalu unyuk untuk dijadiin tersangka. Tapi Kak, aku mau tanya. Kan kalau aku lihat di berita2 gthu, sebelum orang dijadikan tersangka, polisi lebih dulu masang status orang tsbt sbgai saksi. Sampai ada bukti yang memberatkan si saksi ini. Githu ga, Kak? Cuma pengetahuan cetekku. Belum pernah googling. Mungkin Kak Fik malah lebih tahu karena udah coba nulis crime story ini. Jadi, tolong damprat daku kalau salah, Kak. Atau jangan2 detektif Yoo dan Nam udah nemu bukti?! ;w;

    Agatha Christie pernah bahas sianida kah? aku pernah coba baca novelnya tp angkat tangan dihalaman awal lol prolognya bwt masuk ke pembunuhannya panjang;;; kalau di cerita ini si korban keracunan sianida, apa mulutnya ada muntahannya? btw, tertarik sama ekspresi Yoongi pas dia ngeliat foto keluarga si korban. Dia masih nebak2 atau malah udah nemu buktinya aw aw.

    Di bagian “… kerusakan serius pada organ fatalnya,” mungkinkah ‘fital’, Kak?

    Kutunggu part 2 nya, Kak!

    Like

    • fikeey says:

      hai cherry! iya! nebak boleh tapi jangan direveal di sini dulu ya (galak ceritanya) hahahaha xD btw btw aduh aku juga sejujurnya gatau sih kapan orang langsung jadi tersangka atau kapan orang pertamanya jadi saksi dulu atau tersangka wkwk (maklum amatir). tapi di sini aku nekeninnya karna 3 anak itu yang pertama nemuin. kalo aku nonton CSI sih (iya, acuan fika mah CSI selalu HAHAHAHA) yang biasanya pertama nemuin mayat masuk daftar tersangka, terlebih lagi kalo dia ada hubungan keluarga wkwkwk. but makasi yaa cherry udah notis bagian itu hehe. next pabila aku bikin fanfic detektif lagi nanti akan aku perhalus kapan dia jadi tersangka langsung kapan jadi saksi hehe 😀

      agatha christie banyak banget yang pembunuhannya itu pake racun ahaha. sianida salah satunya. soalnya dia itu sebelum jadi author, kerjanya berhubungan sama obat-obatan gitu hehe. mungkin di farmasi kayaknya. aku pernah baca di mana gitu hehe. soal yoongi liat foto keluarga, itu yang jadi driving force dia pergi ke rumah sakit dan panti asuhan hehe. namanya detektif, ada vibe-vibe kayak yang: wah ini kayaknya foto ini ada apa-apanya nih HAHAHAHA xD

      em … vital kah maksudnya? hehe. sip cherry makasih koreksiannya yaaa ehehe x) tunggu yaaaah. part 2-nya hari rabuuuuu! hehehehe xD makasi cherry udah baca dan komeeeen x)

      Like

    • cherryelf says:

      Ya, kak. Maksudnya itu. Vital! Vi-tal… Malu banget daku wkwkwkw

      Wah, iya. Pak Pol, Pak Pol hidupnya penuh kecurigaan. Apa dicurgai. Diselidiki.

      Yap, sama2 kak 🙂

      Like

  3. indhsky says:

    Hi kak fikaaaaa 🙂

    Aku gak tau harus komentar apa, soalnya ini masih tahap awal banget kan, baru tahap pengenalan karakter doang.
    Pemilihan katanya enak, gak susah dimengerti jadi aku gak perlu bolak-balik baca buat mengerti ini tentang apa (soalnya aku selalu baca bolak-balik cerita tentang detektif, karena ribet kan bayanginnya) dan ini enggak susah.

    Ditunggu part 2 secepatnyaaaa. Hehe

    Like

    • fikeey says:

      hai indaaah! 😀

      hehe iyaah masih awal, masih kenalan kok hehe. nanti part 2 udah mulai masuk masalah kok, and i promise multichapternya ga bakal panjang-panjang hahaha. aku gakuat xD dan syukurlaaaaaah pabila bahasanya mudah dimengertiiii x) aku juga orangnya ga terlalu suka bahasa yang ribet-ribet hehe, malah takut ngantuk readernya entar ehe.

      yupssss, ditunggu yaaaa hari rabuuu! hehe. makasi banyak yaa indah udah baca dan komeeen x)

      Like

  4. Kanz says:

    hai kak fikaaaa !!! it has been so loooonggggg banget baca cerita crime-nya kak fika. duh jadi kangen jamannya trio mafia dari cina yang sekarang udah pencar kemana-mana :”” /baperinggg/kgn luhan/ kgn kris juga/kgn exoooo/ huhuhuu
    anyway ini first time bgt aku baca ff nya bts dan satu-satunya alasanku buat baca adalah karena ini tulisannya kak fika WAHAHAHAHA
    ditunggu next chapternya kak~

    Like

    • fikeey says:

      haai nisaaa, omg where have you beeeen x)) iyaah aku baru dapet ilham lagi buat bikin genre cerita ini hahaha pas banget pas udah dapet idola baruu (eaeaea fikaaaa) hahahaha. IYA!! kujuga kangen sebenernya sama golden trio, but tiap mau nulis mereka ga ngefeel lagi heu :”(((
      SUMPAH YA ALLAAAH :”) makasi banget yaaah huhu. ya ampun kuterharu beneran ga booong :””” makasi banyak yaaah semoga abis ini kamu jadi ngefans sama bts HAHAHAHA xD ampun, ampun.
      siiiip. next chapter hari rabuuu! hehe stay tune yaw xD makasi ya niiis udah baca dan komeen x)

      Liked by 1 person

  5. aurora says:

    kak fikaaaaaa, aku seneng pas liat ada poster anak2 bangtan di ws terus taunya kak fika yang nulis, jadi tambah seneng x3

    uwaw ini detective!suga sama doctor!seokjin ya bentar mau ambyar dulu boleh gak nih ;~; rasanya kok kalo baca ff bangtan yang action pasti deh seokjin kebagian perannya jadi dokter mulu HAHA pengaruh mv dope mungkin ya

    ih suka deh yang genrenya crime crime gini. beneran kak fika meskipun di komennya bilang baru beginner tapi ini tulisannya smooth banget, nggak ngebingungin dan enak2 aja dibaca x)) mana udah dibetain sama kak putri jadinya nearly perfect lha yaa x))

    mau favoritin bagian yang minsuga bilang ““Ayolah … kita berdua tahu pekerjaan ini tidak memungkinkan untuk duduk manis di kedai kopi sambil membaca buku.” HAHAHA KEBAYANG BANGET MUKA SASSY-NYA DIA PAS BILANG GITU yeoksi min swag suga

    aku juga udah nebak2 nih tapi diwanti-wanti kak fika di komen :” yasudahlah tutup mulut doeloe 😡

    keep writing kak fika ❤

    Like

    • fikeey says:

      aiiis x) hehehe iyaah nekat bikin fanfic bangtan padahal belom terlalu ngeh banget karakter masing-masing xD

      HAHAHAHA iyayaaa. pengaruh mv dope kayaknya. tapi muka muka doi tuh cocok jadi dokter yang calm in every situation sumpa deh. kalo dibanding namjun ama yoongi ahaha.

      iyaa ais. kalo crime/action pernah. tapi yang bener bener detektif-detektifan gini asli baru pertama hahaha. iyaaah untung dibeta kakpuuut x)

      MIN SWAG SELALU YHAAA hahahaha. emang dia mah ih :”) hahahaha. simpen di dalem hati dulu yah xD makasih ya aiiis, udah baca dan komeeen. kamu juga keep writing yaaa❤

      Like

  6. Yukiharu_nff says:

    Akhirnya, bisa nemuin cerita dengan genra kyk gini lagii, cast-nya anak2 bangtan pula, kan makin sukaaa…
    Keren deh, bacanya ngalir bgt trus gampang juga bayanginnya.
    Oke, rabu yaa…
    Aku tunggu, hehe

    Like

    • fikeey says:

      haaaai! hehehe iyaaah fikanya abis kepincut bangtan (lah) ahaha. terima kasih yaaa udah baca dan komeen. iyah hari rabu besoook chapter 2-nya x)

      Like

  7. rainlaksani says:

    Yee castnya BTS^^
    Aku pertama buka langsung penasaran sama kalimat atas sendiri deket judul sama poster. Soalnya biasanya itu jadi clue atau inti ceritanya.
    Dan dari kalimat itu, si V engga mungkin jadi tersangkanya kan? Kenapa si J-hope kata2nya kaya nyalahin V?
    Dari beberapa “kasus”,biasanya cowo bad boy itu luarnya garang tp dalemnya lembut (sok tau :v). Aku juga ngerasa dia bukan tersangkanya. Jadi mungkin aku bakal nyoret nama Taehyung dari list tersangka versi aku :v
    Ini juga susah banget nebak kira2 tersangkanya siapa.-. Penasaran banget serius-.-
    Ditunggu chap 2 ajalah.
    Oiya kak, ini keren banget. Suka suka sukaaaa ❤ ❤

    Like

    • fikeey says:

      haloo rain! x) (btw aku harus manggil apa niiih? hehe. kenalan duluu, aku fika dari line 93 hehe). biar enak nanti kalo ngobrol 😀
      HAHAHAHA. yaampun aku malah ngasal kalo naruh kalimat di bawah poster tuh. kadang bagian dari cerita, kadang lirik lagu terus diubah, kadang plek dari prompt. seenak jidat aja aku naruhnya :” hehehehe. jawabannya … nanti tunggu chapter 2 dulu. publish besok btw! (hahahaha promosi). sip, semoga masih teguh sama pendirian nyoret nama taehyung abis baca chapter 2 yah x) haha. makasi yaaaa udah baca dan komeeen hihi 😀

      Liked by 1 person

  8. fikeey says:

    AHAHAHAHA WHY BANTAL SODOKAN WHYYY xD ya allah ini plesetan nama bangtan sonyeondan kah kaaay :”))) astagaaaah.

    btw yang agatha christie tuuuh salah satunya katanya ada yang pake sianida (aku juga belom baca siiih kasus yang manaa) kemaren cuma tau dari blog fansnya gituu ahaha. kayaknya aku juga belom baca deh, but kasus-kasus dia tuh kebanyakan pake racun gak siiih? wkwkwk.

    astaga agus manjun xD JEROAN ORANG xD nih ya aku baca komen kamu literally nguquq sambil bales hahahahahaha. yosh. chapter 2 publish besok (iyah, besok banget) ahahahaa. makasi yaaaah udah baca dan komeeen. keep writing tooo!

    Like

  9. Ms. Pang says:

    JAW DROP SAMPE SUBUH DULU AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA THE BROTHERS!!!
    Ka fika tegha ya nyuruh aku nebak-nebak mana bisa aku buruk sangka sama mereka bertiga aku ga tegha :<
    ASLIK KAK AKU KANGEN KAFIKA NULIS DETEKTIF BEGINI LALALALA SEKARANG BTS AMBYAR BUYAR
    ka fika nuhun komenku ga mutu, tapi aslik deh aku skrollengnya asix kumenikmatinya yoksi kafikeeeeeeeey ❤

    Like

    • fikeey says:

      KAKPANG JAWDROPNYA JANGAN LAMA-LAMAAAA xD. kamu harus bisa buruk sangka ama mereka bertiga, kakpaaaang haruuus :> ((Ketawa setan))
      HAHAHAHA BARU SUKA AMA BTS SOALEEE HAHAHAHAHA xD makasi banyak yaaa kakpang udah baca dan komeeeen x))

      Like

  10. Tob says:

    Hai, kak Fika! Aku reader baru kayaknya disini:3 btw aku suka banget dengan cara kakak menyampaikan setiap kegiatan karena itu bener-bener kebayang!

    Selain itu, yang paling aku suka adalah Yoongi yang jadi detektif. Ampun deh, ini suka banget!:3

    Like

    • fikeey says:

      hai haaai! anw aku harus manggil apa kaah? manggil alifah boleh nggak? (nyontek dari url hehe). me tooo! tadinya torn between yoongi atau namjoon buat kujadiin center, tapi kayaknya lebih yoongi deh akhirnya dia deh jadi center hihi terima kasih yaaa alifah sudah baca dan komeen ^^

      Like

Leave a comment