Chlorine

pexels-photo-61136-large.jpeg

©Lt. VON 2016

Between realities, there lies the wildest fantasy, ready to welcome you with open arms.

.

Hari itu kolam renang cukup ramai. Ada tiga pasang muda-mudi, empat ibu-ibu yang sedang kursus renang privat, dan beberapa anak yang berenang bebas didampingi orang tua mereka di sisi kolam.

Di hotel ini kolam renang dibagi menjadi dua area yang lokasinya saling berdekatan. Satu kolam untuk dewasa dengan kedalaman 2,5 meter dan yang lain adalah kolam untuk anak-anak, luasnya sepertiga dari ukuran kolam dewasa dengan kedalaman setengah meter. Air di permukaan kolam begitu memanjakan mata dengan kilaunya kala ditempa sinar matahari sore yang menjelang redup—efek klorin.

Tepat pukul setengah lima sore keduanya sampai di sana—dua gadis ras mongoloid berkulit putih langsat. Salah satunya dengan surai lurus sesiku, yang satu lagi rambut ikal mencapai pinggang sewarna jelaga. Kunjungan mereka terbilang kelewat sore untuk datang ke sebuah kolam yang akan tutup pukul enam tepat,—yang mana terlalu awal untuk sebuah area rekreasi di jantung kota. Tapi mereka tak punya banyak pilihan, terutama karena jadwal keduanya cukup padat hingga baru mengizinkan mereka menanggalkan pakaian tugas pada jam krisis menjelang senja.

Ini semua mereka lakukan demi menjalankan salah satu resolusi di bulan Mei untuk lebih bugar dan menunjang penampilan—dan program pemerintah serupa Car Free Day (CFD) dirasa bukan pilihan yang tepat, terutama dengan godaan di sepanjang jalur bazaar. Maka, mau tidak mau, hari ini mereka kukuh mengabaikan otot dan sendi yang menjerit lelah, demi karir.

Setelah melakukan pemanasan ala kadarnya, tanpa membuang waktu mereka segera berenang dua lap dengan penuh perjuangan, atas nama keramaian di penjuru kolam. Pada akhirnya mereka terpojokkan dengan satu-satunya pilihan untuk bercengkrama di sisi kolam yang agak dalam—terutama untuk menghindari kelompok ibu-ibu yang tengah kursus berenang. Pun mereka terlalu canggung untuk berbaur atau menyusup ke tengah pusaran asmara ketiga pasang muda-mudi di seberang sisi kolam. Awalnya, salah satu dari mereka berniat untuk memasang muka tembok dan berenang mendekat demi sebuah fantasi liar tak beralasan.

Kalau kena tubruk mas-mas berperut-roti-sobek ‘kan lumayan. Kalau kena damprat Mak Lampir-nya, ya sudah apes, ujar si gadis bersurai sepinggang.

Namun harga diri si surai sesiku berhasil menahan ide rancu kawannya sebelum dilaksanakan. Mengenang masa-masa karantina persiapan lomba renang antar provinsi yang pernah mereka ikuti bersama, sembari mengatur napas, rupanya cukup ampuh untuk mengalihkan perhatian.

Hanya dengan tiga kali lap tambahan—yang mana dirasa sangat singkat—kubah cakrawala di atas sana yang awalnya sewarna kulit jeruk mandarin, kini mulai meredup dan telah didominasi warna jingga hingga mirip bagian dalam kulit manggis. Kolam pun sudah kosong sepenuhnya, hanya tersisa mereka berdua dan sepasang ibu-ibu yang bercengkrama di luar kolam seusai membilas tubuh. Maka keduanya pun segera bergegas.

Setibanya di muka ruang bilas, si gadis dengan surai sepinggang menahan kawannya yang hendak mendahului dengan mencengkeram erat lengannya, “Masih ada orang di dalam. Kukira mereka semua sudah pulang.”

“Kupikir juga begitu,” ujar si gadis bersurai sesiku sembari mempertajam pendengarannya. “Kau benar. Tapi mau bagaimana lagi? Kalau tidak segera, kita bakal terlambat.”

“Lalu bagimana kalau itu bukan orang? Tahu ‘kan kalau area ini agak ‘begitu’?”

Nyali si rambut sesiku yang awalnya mantap untuk nekat, menciut secara bertahap. Ia tak menyangka bahwa keraguan bisa menjalar semudah ini, terlebih lewat sebuah kata yang diberi tanda petik. Koloni bulu kuduk yang mulai meremang nyaris berhasil memukul tungkainya mundur, namun dengan satu tarikan napas ia memberanikan diri melangkah masuk.

“Sudahlah nekat saja. Toh kita berdua, jadi kalau dikagetin bisa lari bareng-bareng. Yuk!”

Si rambut sepinggang meratapi sinar mentari yang beranjak meredup dengan cemas, sebelum akhirnya ikut mengekor masuk. Keraguan menyelimuti rajut langkah patuhnya di belakang si sahabat.

Tepat sebelum memasuki bilik mereka di samping si orang mencurigakan, ia kembali mengonfirmasi rencana evakuasi diri yang telah mereka rancang di bibir pintu masuk ruang bilas sebelumnya, “Janji ya, jangan lari duluan! Awas, lho!”

“Iya janji!”

.

“Mbak, saya mau mengembalikan kunci loker,” ujar Erin untuk kesekian kalinya sembari mengetukkan jemari ke meja, kala ucapannya tak kunjung direspon oleh si resepsionis yang atensinya terpaku pada layar komputer.

Setelah ketukan ketiga—yang mana lebih mirip ketukan beringas debt-collector—barulah kehadirannya ditanggapi dengan gelagapan, “Baik, Mbak. Terima kasih atas kunjungannya.”

Demi menutupi ketidakprofesionalannya si resepsionis membungkuk kelewat hormat, hingga nyaris membenturkan tempurung kepala mungilnya ke meja. Dengan canggung ia menyelipkan sebuah kalimat basa-basi sebelum kembali duduk untuk mengutak-atik komputernya, “Saya baru saja akan menginformasikan bahwa akses ke kolam akan  segera ditutup. Terlebih karena mbak satu-satunya pengunjung yang belum kembali, tapi ternyata mbak sudah di sini.”

Refleks si gadis berkulit sawo matang itu melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tangan kirinya, benar juga. Sudah jam enam lewat lima menit malah.

“Begitu? Tapi mbak sebaiknya tetap memberikan pengumuman. Sepertinya masih ada dua remaja di ruang bilas wanita.”

Karena resepsionis di hadapannya menatap balik dengan kedua alis yang bertautan, tanda menyangsikan, maka Erin mengurungkan niatnya untuk berlalu pergi dan kembali bercericip, “Mereka baru masuk ke bilik ketika saya hendak keluar. Pancuran di biliknya menyala dan mereka juga masih mengobrol dengan riuh ketika saya hendak keluar dari ruang bilas.”

“Maaf sebelumnya, Mbak. Tapi,” si resepsionis menggantungkan kalimatnya di udara sembari mengisi jeda dengan bunyian klik mouse yang mengindikasikan ia sedang membuka sebuah folder dengan cekatan. “Semua kunci loker sudah dikembalikan. Nomor empat yang baru saja mbak kembalikan, ini kunci yang terakhir.”

Si resepsionis mundur selangkah, menunjukkan layar berisi deret loker penyimpanan yang jumlahnya persis lima puluh. Dan semuanya telah kembali ke warna hijau, kecuali satu yang berwarna merah—tanda terpakai—sesuai kunci loker penyimpanan milik Erin.

“Um… mungkin mereka ngga pakai loker?” tanya Erin defensif. Ia menyibak rambut sebahunya sembari diam-diam mengusap area tengkuk, sekedar untuk mencegah bulu kuduknya menari lebih agresif. Yang mana bisa dipastikan akan semakin menggila jika respon dari si resepsionis tidak sesuai dengan harapannya.

“Peraturan di sini baik loker penyimpanan akan dipakai atau tidak, pengunjung diharuskan menyimpan kuncinya, Mbak. Karena—”

Tuh kan, benar. Sialan, bulu kudukku sudah mulai tawuran!

“Mungkin saya salah dengar ya, Mbak? Biasalah, efek telinga kebanyakan kemasukan air kolam. Oh! Atau  mungkin kran pancurannya ada yang rusak?”

Kumohon, berbaik hatilah kepadaku dan katakan ‘ya’ atau ‘mungkin saja’.

“Maaf, kalau boleh tahu mbak menggunakan bilik nomor berapa?”

Bukannya memberikan jawaban, si resepsionis justru mengutarakan pertanyaan ganjil dengan gurat antusias yang kentara jelas.

“Nomor dua dari ujung kiri. Memangnya kenapa, Mbak?” Erin ingat betul ruang bilas wanita hanya memiliki lima bilik bilas.

“Wah, itu tepat di sebelah bilik mereka mbak! Punya mereka yang nomor tiga, yang di tengah. Untung mbak ngga pakai punya mereka.”

Si resepsionis dengan tenang menyodorkan senyum pengertian yang mengundang tarian lebih menggila pada bulu kuduk Erin, yang ia yakini tingkat kebrutalannya akan mampu menyaingi gala konser goyang Pantura.

“Memang sudah biasa sih, Mbak. Apalagi kalo mendekati Maghrib seperti ini, saya sudah ngga kaget.”

Dan tidak hanya sampai di situ, si resepsionis—yang kentara sangat menikmati momen ketika sepasang tungkai Erin mulai melemas perlahan— rupanya kelewat bersemangat untuk menyihirnya jadi gumpalan jeli setengah matang, dengan cara menyelipkan informasi yang tidak pernah dinantikan.

“Makanya kita tutup kolamnya jam enam, Mbak. Agar mereka lebih leluasa, hehehe…”

~끝~

PANG’s Note:

  • Chlorine (n) a chemical element. Chlorine is a poisonous greenish gas with a strong smell. It is often used in swimming pools to keep the water clean.
  • Pesan moralnya: Jangan negative-thingking dulu ya gaes kalo ketemu mereka. Bisa saja moment ngagetin ala mereka itu kalo ngga murni iseng, atau sebagai tindakan defensif, ya perkara mereka reflek soale aslinya kaget pas lihat kita. Yakali ngga cuma manusia yang bisa kaget, mereka juga bisa (mungkeeen). Lalalalala ❤
  • Thanks for being my inspiration to beat the writer’s block syndrome, dear kalian yang tak kasat mata.
  • Makasih juga kepada kalian yang sudah bertahan sampai akhir. Dahudah gosah dipikirin. Bukan soal UN juga.
  • Sukses ya buat pengumumannya ❤

16 thoughts on “Chlorine

  1. fikeey says:

    SEK KAKPANG BERARTI YANG DIBILANG HANTU TUH MAKSUDNYA YANG DUA CEWEK DATENG ITU KAN? YANG RAMBUT JELAGA SEPINGGANG SAMA IKAL SESIKU? YA KAN? YA KAN PLIS IYA DONG UDAH PAKE KEPSLOK KALO SALAH KAN KEKI :”(

    aku tuh yha beneran yang hah heh hoh tau pas akhir. ini erin teh saha kituuu, kok tetiba muncul. kalo misal iya, berarti temennya mana? masak iya temennya dimakan setan kan heu. TERUS TAUNYA. ini bener-bener ngejelasin kalo duniamu ya duniamu. duniaku ya duniaku yha hahahahaha. kita takut ama mereka. eh mereka juga takut kita (terus keinget film the others). AKU SUKAAAA. paraaahhhhhhh plot twist-nya literally bikin HAH di akhir hahahahaha. yeokshi kakpaaaang syemangat yaaaah semoga webe-nya buruan pergi. soale kayak bukan tulisan kakpang ajah 😀 keep writing kakpaaaang!❤❤❤
    ((joget fire sambil nyemangatin kakpang)) ((BTW MEREKA MENANG)) hahahahah.

    Liked by 1 person

    • Ms. Pang says:

      KAFIKA BENAAAARRRR SELAMAT KAFIKA MEMENANGKAN DUA KOMPOR GAS CANTEKKKK!!!!

      Hatur nuhun sambil kayang yha kafikaaaaa dukungan firenya duahsyaaaaat ♡♡♡♡♡ aku pun rasane belet mau cakar tembok sambil tereak, “dear webe balikin mispaaaaaang!!! Aku mo nulesssss.”

      Nuhun yah kafika kurang maksemal im on ma way balikin mispang ‘-‘)9

      Like

  2. kiyuroo says:

    KaPang, jadi ini tuh pas awal cast nya hantu? Iya kan iya kan?
    Terus yang orang malah yang mereka takutin?
    Twist endingnya bangus sangadh XD

    Lagi ngerungkel di kamar abis ujan-ujanan terus baca gini tuh serasa lagi musim dingin tapi ngemutin es batu gitu haha.
    Terus langsung mikir, di kamar ku “mereka” kaya gitu juga kah? Mereka langsung agak “takut” pas sore aku masuk ke kamar?

    Betewe, itu resepsionisnya sejenis “mereka” juga kah? 😀

    Liked by 1 person

    • Ms. Pang says:

      Haiii Kiyuroo!

      OMG “musim dingin tapi ngemutin es batu” awas pilek yha :<
      Anw, your questions are mine too tbh
      Soale sambil nulis aku nyambi nengok-nengok ga asik ke jendela lyke, "mereka baca ngga yah. Awas aja baca juga nih aku keder."

      Daaaaaaaaaaan soal mbak resepsionis….. kalau kita bahas sepertinya akan jadi seperti musim dingin ngemutin es balok XD

      Like

    • kiyuroo says:

      Iya ka, bikin merinding disko-disko gitu kan bacanya 😀

      Hati-hati ka, katanya mah mereka suka tau gitu XD
      *lirik jendela kamar

      Yaudah ka, ga usah di bahas haha XD

      Liked by 1 person

  3. dhila_アダチ says:

    Pertama-tama aku mau ajojing dulu aku udah ketipu dua kali di cerita ini. ~0~
    Pertama, aku bner2 gak ngira itu si mongoloid kulit langsat itu hantu astaga, dan aku ngira Erin yg hantunya. Kedua, aku ngira resepsionisnya yg hantu karena kudu diketuk tiga kali gitu mejanya pas dipanggil. Aku mah dah pasrah kalau resepsionis itu trnyata hantu juga. Ternyata juga bukan (utk saat ini..xD)

    yang mengundang tarian lebih menggila pada bulu kuduk Erin, yang ia yakini tingkat kebrutalannya akan mampu menyaingi gala konser goyang Pantura. => konser goyang pantura x))))))

    Oiya kakpang, maap aku nemu kejanggalan dikiit. Aku bacanya kolam dewasa 2500 meter dan anak2 500 meter. Itu trlampau dalam kakpang xD monas soalnya cuma 132 meter, wkwk. Tapi karena ini cerita horror aku kirain kolamnya emang horror juga punya kedalaman segitu..xD

    Semoga webenya sembuh aamiiin… keep writing always kakpang! plottwist-nya juara dah 😀

    Liked by 1 person

  4. jungsangneul says:

    Hola kakpaaaang!

    INI BENERAN DEHH AKU SUKA BANGEEEET HEUHEU. TERSERAH DAH KATANYA WB TAPI KOK AKU MAU KAYANG PAS LIAT TWISTNYA ((andelan kakpang kayang)) xDD

    Btw kak…. mo koreksi dikit yah:
    – ijin bakunya izin
    – nafas bakunya napas
    – mengkonfirmasi harusnya mengonfirmasi karena ktsp lebur kalau kena imbuhan.

    Udah sih itu aja. Coba lebih diperhatikan kata baku gitu deh kak, supaya tulisannya lebih oke :))) keep writing, semangadhhh

    Liked by 1 person

    • Ms. Pang says:

      NISWA HALOOOOOOOH AYOK KAYANG BARENG!!! ❤ Beneran jadi pengen kayang gegara 'buset why am I so careless' sama 'NISWA ALABYU SUDAH NGOREKSIKAN TENGKYU SO MUCHIE BENERAN 100,1% TRUSTED!!!'

      That means a lot, dan maaf ya aku balesnya telaaaaaaaaaaaaaat 😥

      Liked by 1 person

  5. O Ranges says:

    “Makanya kita tutup kolamnya jam enam, Mbak. Agar mereka lebih leluasa, hehehe…” — MBAK RESEPSIONIS KOK MALAH KETAWA-KETIWI SIK. PELANGGANNYA HORROR NOH :”((

    asem lu pang, plot twist-nya tsadest amat sik. kusempat kucek mata lah Erin mah siapa? kalau si Erin ini mbak-mbak yang diceritain di awal mah kok kulitnya sawo matang? terus temennya yang satu kemana lagi? eh ternyataaaa buhuuu :”v

    ((tiati kak jangan-jangan mereka ngikik pas ngana ngetik cerita ini))
    ((tidak menutup kemungkinan mereka lagi ketawa di belakang titan pas titan baca ini))

    auk ah :”))

    laf laf cerita ini ❤ ❤

    Liked by 1 person

    • Ms. Pang says:

      HUHAHAHAHAHAHHAA SIALAN AKU BALES KOMENNYA MALJUM PISAN EUY :’)

      DANKE SO MUCHIE TITAN HUHU AKU BAHAGYA NOMU BAHAGYA ❤ ❤ ❤ BIKOS PLOT TWIST IS LYFEEEEEEEEEEEEEEE~~~
      Mbak resepsionis jangan kagetin titan nanti ngga dijodohin sama Elliot lho :"(

      Liked by 1 person

  6. Adelma says:

    anjaaaay!!! ini plot-twist nya dapet banget kakpang!!!! jadi dua cewek yang diceritain di awal itu hantu???? kamfreeeet :(((((( tapi iya sih, katanya mereka takut sama manusia sama halnya manusia takut ke setan hahaha cuma konyol aja yak :(( tapi serem sih duh. yeokshi kakpaaang ini keren sekaleee keep writiiiiiing!

    Like

  7. slmnabil says:

    KAKPANG, AWALNYA NIH NABIL SCROLL TERUS, SHANTAY SHANTAY, PALING CERITA TENTANG ANAK KECIL. PERCAYA AJA SAMA TULISAN KAKPANG. PAS MAKIN KEBAWAH ADA DUA CEWE, OH IYA PENGUNJUNG JUGA. DISELIPIN HUMOR LAGI DISITU. TERUS MAKIN KEBAWAH KO MAKIN GA ENAK YA PERASAAN? SCROLL SCROLL…… TAUNYA!

    (maaf kakpang nabil kelewat excited jadi harus di capslock)

    Kakpaang sudah lama nabil ga baca tulis kak paang ihhh. Balik-balik bawa cerita serem giniii yaampuuun. tapiiii nabil sukaa inii, horor horor tapi ada selipan humornya yuhuuuuu ❤ twistnya ketjeehh cobaa

    p.s author's note nya nendang abesssss

    p.s.s lain kali notis notis doeloe dong kaaak kalau ada yang 'begitu' nabil rada takut wahahaha

    Like

Leave a comment